Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU Part II

Updated by | Senin, Maret 11, 2013
Mari kita lanjutkan pembahasan kemarin tentang Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU. Perang seru diatas pulau Bawean antara dua F-16 TNI Angkatan Udara Republik Indonesia melawan beberapa Pesawat F-18 Hornet milik Amerika Serikat.

Dari komunikasi singkat itu akhirnya diketahui bahwa mereka mengklaim sedang terbang di wilayah perairan internasional. "Hornet...Hornet. We are Indonesia Air Force..." Ucap salah seorang pilot kita. Dibalas dengan. "We are F-18 Hornets from US Navy Fleet, our position on International Water, stay away from our warship".

Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU

Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU Part II

"PADA layar (monitor) lampu menyala dan (diiringi) bunyi tit… tit… tit… tit… tit…, mereka sudah mengunci rudal ke pesawat kami," papar Kapten Penerbang Fajar Adriyanto, bersama Kapten Penerbang Ian Fuady yang mengawaki F-16 berekor nomor TS-1603 dengan call- sign Falcon 1. Itu tandanya bahwa peluru kendali Sidewinder yang dibawa Hornet sudah siap ditembakkan ke arah Falcon 1.

"Jika bunyi tit-nya panjang seperti tiiiiiiit…. tiiiiiit…., berarti rudal sudah ditembakkan," ujar Kapten Fajar menambah keterangannya di hadapan KSAU Marsekal Chappy Hakim serta stafnya dan para wartawan.

Marsekal Chappy Hakim datang ke Madiun utk memberi apresiasi kepada mreka yang terlibat dalam tugas intersepsi pesawat Hornet di sekitar Bawean.

Dari hasil rekaman ulang perang elektronika kokpit Falcon 2 F-16 berekor nomor TS-1602 yang diawaki Kapten Pnb Tonny H dan Kapten Pnb Satriyo Utomo, jelas terlihat pesawat Falcon 1 yang sempat juga melakukan gerakan hard break belok dengan kemiringan hampir 90 derajat, secara ketat terus ditempel oleh Hornet 1. Sementara, Hornet kedua menguntit rekannya.

Posisi Falcon 2 juga menguntungkan terhadap Hornet 2 sehingga bila suasana bermusuhan menjadi kenyataan, pasangan Kapten Tonny-Kapten Satriyo dapat membantu Falcon 1.

Saat menghindar dari rudal Sidewinder yang bakal ditembakkan setiap detik kepada mereka dengan membelokkan tajam F-16 mereka, mata Kapten Fajar masih sempat melihat kapal perusak US Navy dan langsung melaporkan penglihatannya itu  (that's hard....).

"Kami memang sempat close fight dengan mereka, tetapi kita tidak melaksanakan ofensif. Kami mempunyai tugas dari panglima untuk melaksanakan intersepsi guna mencari data pesawat apa jenisnya, kemudian dari negara mana, apa tujuan mereka melaksanakan latihan," ujar Letkol Tatang Herliansyah.

Menurut para penerbang F-16, kontak visual mereka dengan Hornet terjadi pada ketinggian 15.000 kaki setelah terbang sekitar 10 menit.

Pada jarak di bawah 40 mil laut, radar F-16 mereka sudah menangkap target F-18 sehingga kedua pesawat TNI AU langsung menuju ke sasaran terdekat dibantu oleh Surabaya Director.

Mereka mendapat informasi ada dua sasaran, jadi pesawat F-18 yang mereka tuju ada lebih dari dua pesawat. Begitu berhadapan, Hornet langsung melancarkan aksi jamming dengan sikap bermusuhan yang dtunjukkan dengan mengunci rudal Sidewinder ke pesawat F-16.

Menurut Letkol Tatang, perang jamming berlangsung sekitar tiga menit karena kedua penerbang F-18 tahu kalau F-16 memancarkan gelombang elektromagnetik dari radar F-16, pesawat Hornet juga menangkapnya.

Demikian pula sebaliknya, pada saat pesawat AS memancarkan gelombang yang sama terhadap Fighting Falcon TNI AU, gelombang pesawat AS juga ditangkap radar warning receiver F-16.

"Begitu menangkap jamming mereka, kita pakai anti-jamming yang juga memancarkan beberapa bands (gelombang) dari frekuensi radar F-16 Dengan memakai auto, walaupun mereka berganti-ganti bands, kita bisa mengikuti terus (mereka)," ungkapnya mengenai perang seru ECM F-16 Fighting Falcon versus F-18 Hornet di atas Bawean

Selama perang ECM, radar warning receiver F-16 tetap mendapatkan sinyal bahwa ada yang mengunci kedua pesawat TNI AU.

Ini berarti kemungkinan ada lebih dari satu Hornet lain pada posisi lain yang terus-menerus mengikuti "perang seru" tiga menit antarkeempat pesawat F-16 dan F-18

Untuk melepaskan diri dari penguncian tersebut, jet tempur F-16 buatan General Dynamics melakukan manuver hard break yang disebut tadi dalam kecepatan tinggi.

Manuver ini juga dikenal dengan sebutan defensive manouver, di mana penerbangnya akan terkena gravitasi minimal 6g sampai 9g. Perang tiga menit, seperti dituturkan oleh Kapten Ian Fuady, berhenti setelah F-16 yang diawaki Kapten Tonny-Kapten Satriyo melakukan gerakan rocking the wing.

"Hornet, Hornet, we are Indonesian Air Force…," terdengar suara Iain dalam rekaman radar ulangan.

"Indonesian Air Force… we are in international waters, please stay away from our ships…," jawaban dari salah satu pilot F/A 18 Hornet.

Penerbang F-16 mnjawab bahwa kedua Fighting Falcon sedang mlakukan patroli dan akan menjauh dari iringan konvoi kapal perang Angkatan Laut AS.

Usai kontak Hornet AS itu terbang menjauh sedang kedua F-16 TNI-AU return to base, kembali ke pangkalannya Lanud Iswahjudi Madiun.

Selain berhasil bertemu dengan Hornet, kedua F-16 TNI-AU juga melihat sebuah kapal perang Fregat yang sedang berlayar ke arah timur.

Setelah kedua F-16 mendarat selamat di pangkalan TNI-AU menerima laporan dari MCC Rai (ATC Bali) bahwa flight Hornet merupakan bagian dari armada US Navy.

Namun yang paling penting dan mrupakan tolak ukur suksesnya tugas F-16, Hornet AL AS itu baru saja mengontak MCC RAI dan melaporkan kegiatanya.

Di markas Makassar-nya, Marsekal Muda Teddy Sumarno terus mengikuti jalan operasi identifikasi kedua F-16 yang diperintahkan menuju lokasi Bawean.

"Kami memperkirakan, konvoi kapal-kapal AS dengan kecepatan 20 knot akan sampai di sekitar Pulau Madura dan Kangean 12 jam kemudian. Tepat seperti dugaan Jumat 4 Juli pagi kemarin, kami kirim pesawat intai Boeing 737 Surveiller ke daerah itu dan benar pada pukul tujuh pagi pesawat pengintai menjumpai iringan kapal induk, sebuah kapal perusak dan dua kapal fregat menuju Selat Lombok," ungkapnya.

Menurut Marsma Teddy Sumarno, ketika Boeing 737 menanyakan dari mana dan ke mana tujuan mereka, hanya mendapat jawaban "We are in international waters…." Dalam pengintai ini, Boeing 737 TNI AU sempat memotret kapal induk USS Carl Vinson, kedua fregat, dan kapal perusak AS yang dikawal pesawat-pesawat Hornet tersebut.

Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU Part II
USS Carl Vinson Milik Amerika

Selama operasi pengintaian itu pesawat surveillance B737 terus dibayangi dua F/A 18 Hornet AL AS.

Bahan-bahan yang didapat dari misi itu kemudian dipakai oleh pemerintah untuk melancarkan "keberatan" secara diplomatik terhadap pemerintah AS.

Ada dugaan, kapal-kapal itu datang dari utara lalu belok masuk ke ALKI 1 kemudian selama beberapa jam di barat laut Pulau Bawean melakukan latihan. Analisis lain, konvoi datang dari Selat Malaka atau Selat Sunda. Sumber: @TweetMiliter

Anda membaca Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU Part II jangan lupa untuk membagikan dengan teman-teman anda.



Komentari artikel Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU Part II

2 komentar:

  1. hooooooax.....coooooooor

    BalasHapus
  2. makanya klo mau spy kita berdaulat di wilayah sendiri, jgn tergantung pada pembelian peralatan perang dari luar. coba itu uang yg dikorup para pejabat disita saja kemudian digunakan untuk riset persenjataan oleh putra2 bangsa indonesia, pasti kita bisa mengembangkan sistem persenjataan yg tidak akan seenaknya diobok-obok oleh lawan. sistem senjata kita yg ada sekarang tdk akan berfungsi jika kita berhadapan dgn negara tempat kita membeli karena sistem operasinya mereka kuasai.

    BalasHapus