Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU Part I

Updated by | Minggu, Maret 10, 2013
Tanggal 3 Juli 2003, kawasan udara di atas Pulau Bawean sontak memanas ketika lima pesawat asing yang kemudian diketahui sebagai pesawat F/A 18 Hornet terdeteksi radar TNI AU.

Dari pantauan radar, kelima Hornet terbang cukup lama, lebih dari satu jam dengan manuver sedang latihan tempur. Untuk sementara Kosek II Hanudnas (Komando Sektor II Pertahanan Udara Nasional) & Popunas (Pusat Operasi Pertahanan Udara Nasional) belum melakukan tindakan identifikasi dengan cara mengirimkan pesawat tempur karena kelima Hornet kemudian menghilang dari layar radar.

Sekitar dua jam kemudian, Radar Kosek II kembali menangkap manuver Hornet. Karena itu panglima Konanudnas menurunkan perintah untuk segera melakukan identifikasi.

Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU Indonesia

Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU
Ilustrasi Insiden Bawean

Apalagi manuver mereka mengganggu lalu lintas penerbangan komersial yang menggunakan jalur tersebut dan terlihat visual oleh awak kokpit pesawat Boeing 737-200 Bouraq yang tengah menuju Surabaya serta sama sekali tak ada komunikasi dengan ATC (Air Traffic Control) terdekat.

Dalam aturan internasional, jalur penerbangan komersial tidak boleh dipakai untuk manuver provokatif, apalagi sampai membahayakan pesawat lain. Pesawat apapun yang menggunakan jalur ini harus melapor ke menara, dalam hal ini ke menara Bandar Udara Juanda (Surabaya Director).

Laporan tersebut berkaitan erat dengan keselamatan penerbangan yang dituangkan dalam peraturan internasional ICAO (International Civil Aviation Organisation).

Pangkalan Udara Iswahjudi yang hanya terletak sekitar 20 menit penerbangan diperintahkan Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional II Marsekal Muda Teddy Sumarno untuk mengirim pesawat F-16 ke lokasi, antara lain karena ada keluhan dari pesawat Bouraq Indonesia Airlines dan Mandala Airlines yang merasa terganggu atas manuver (latihan) yang dilakukan oleh sedikitnya lima Hornet.

Jet tempur tersebut berasal dari kapal induk bertenaga nuklir, USS Carl Vinson, yakni super-carrier kelas Nimitz yang sedang berlayar dari arah barat ke timur bersama dua fregat dan sebuah kapal perusak Angkatan Laut AS.

Kapal induk kelas Nimitz mengangkut 100 pesawat tempur, 16 pesawat pengintai, dan enam helikopter, diawaki oleh 3.184 kelasi dan perwira, 2.800 pilot dan awak pendukungnya, serta 70 personel lainnya. Kapal induk ini juga memiliki kemampuan melakukan perang elektronika.

Dua pesawat tempur buru sergap F-16 B Fighting Falcon TNI AU yang masing-masing diawaki Kapten Penerbang Ian Fuadi/Kapten Fajar Adrianto dan Kapten Penerbang Tony Heryanto/Kapten Penerbang Satro Utomo segera disiapkan.

Misi kedua F-16 itu sangat jelas yaitu melakukan identifikasi visual dan sebisa mungkin menghindari konfrontasi mengingat keselamatan penerbang merupakan yang utama.

Selain itu, para penerbang dminta agar tidak mengunci (lock on) sasaran dengan radar/rudal sehingga misi identifikasi tidak dianggap mengancam.

Namun demikian, untuk menghadapi hal yang tak terduga, kedua F-16 masing-masing dibekali dengan dua rudal AIM-9 P4 Sidewinder dan 450 butir amunisi kanon kaliber 20 mm.

Menjelang petang, Falcon Flight F-16 melesat ke udara dan tak lama kemudian kehadiran mereka langsung disambut dua pesawat Hornet. Kedua pesawat Hornet yang menghadang dua F-16 TNI AU melancarkan aksi jamming radar pesawat IAF.

Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU

Namun, para penerbang F-16 mampu mengatasi perang ECM (Electronic Counter Measure) yang dilancarkan Hornet. Kedua F-16 mengatasinya dengan menghidupkan perangkat anti-jamming kemudian memasang alatnya pada mode otomatis sehingga usaha untuk menutup "mata" F-16 tidak berhasil dilakukan Hornet.

Sudah dapat dipastikan, jamming yang dilakukan terhadap kedua F-16 Indonesia tidak dilakukan USS Vinson maupun kapal perusak US Navy "Kalau mereka yang melakukan, di layar akan keluar kata ’unknown’," kata Komandan Skadron 3 Letkol Tatang Herliansyah yang diapit oleh keempat penerbang F-16 yang melaksanakan tugas identifikasi tersebut.

Kedua F-16 dalam kecepatan tinggi, sekitar 800 km per jam, masih tetap bisa melihat dengan baik posisi kedua pesawat Hornet. Bahkan, sejumlah Hornet lain yang dikirim oleh kapal induknya juga termonitor pada layar radar F-16.

Tidak hanya itu, F-16 bila ingin dapat pula melepas rudal Sidewinder-nya ke sasaran Hornet "Menegangkan sekali. Mereka sudah lock (kunci) pesawat kami, tinggal menembak saja. Itu dapat dilihat pada layar (display) ada tanda bahwa kami sudah di-lock," ujar Kapten Ian Fuady, yang bersama Kapten Fajar mengawaki F-16 dengan call-sign Falcon 1 dalam paparannya di hadapan rombongan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Chappy Hakim, di Pangkalan Udara Iswahjudi, Madiun.

Guna menghindari dari peluru kendali yang bakal dilepas Hornet, awak F-16 melakukan beberapa manuver penghindar, antara lain hard break ke kiri dan ke kanan atau zig-zagging yang awaknya sampai terkena efek 9g atau sembilan kali gravitasi tarikan Bumi.

Manuver ini adalah gerakan yang bisa melepaskan diri dari lock peluru kendali "Namun, selama itu posisi kami (Falcon 1 - Falcon 2) berada pada posisi menguntungkan, bisa pula (kalau mau) kami menembak mereka," tambahnya. Namun karena tugas kedua F-16 adalah misi identifikasi, mereka tidak menunjukkan sikap bermusuhan terhadap kedua F/A 18 Hornet.

Sikap bermusuhan kedua Hornet memudar setelah Kapten Tonny dan Kapten Satriyo melakukan manuver rocking the wing (menggerak-gerakan sayap) F-16 bernomor ekor TS-1602, isyarat internasional bahwa pesawat F-16 bernomor ekor TS-1603 yang diawaki Kapten Ian dan Kapten Fajar tidak mengancam.

Sekitar satu menit kemudian, kedua F-16 berhasil berkomunikasi dengan kedua Hornet yang mencegat mereka.

Dari komunikasi singkat itu akhirnya diketahui bahwa mereka mengklaim sedang terbang di wilayah perairan internasional. "Hornet...Hornet. We are Indonesia Air Force..." Ucap salah seorang pilot kita. Dibalas dengan. "We are F-18 Hornets from US Navy Fleet, our position on International Water, stay away from our warship".

"PADA layar (monitor) lampu menyala dan (diiringi) bunyi tit… tit… tit… tit… tit…, mereka sudah mengunci rudal ke pesawat kami,"... Tunggu kelanjutannya pada post berikutnya di "Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU Part II".

Anda membaca Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU Part I jangan lupa untuk membagikan dengan teman-teman anda.



Komentari artikel Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU Part I

2 komentar:

  1. kawan.., ini memang terjadi (penyergapan pswt F-18 Hornet oleh pswt TNI) dan perasaan di publikasikan deh....tapi cuma tidak detail sih.., yang jelas siapapun masuk wilayah NKRI tanpa data yg jelas, harus dicari tau.....apalagi mengenai pswt asing, sdh jelas lah kalo TNI-AU akan menindak lanjutinya secara serius, walaupun mengandung resiko tinggi, "Swabuana Paksa"

    BalasHapus
  2. Utk menutup celah kosong wilayah udara NKRI, Pemerintah/TNI AU hrs cepat merespon utk segera dicari kelemahannya dan siapkan utk segera pencegahannya. Kejadian Bawean adalah sejarah NKRI akan kelemahan udara, siap utk menjaga kembali udara NKRI dr penyerobat2...

    BalasHapus