Sosok Intelijen Anti Islam III : LB Moerdani, Kader Jesuit yang Memusuhi Islam

Updated by | Rabu, Maret 27, 2013
Lanjutan artikel sebelumnya: Sosok Intelijen Anti Islam II : Ali Moertopo, Arsitek Pemberangus Gerakan Islam Orde Baru.

Jika ‘Mengenal Sosok Intelijen Anti-Islam’ di bagian sebelumnya mengungkap sosok Ali Moertopo, di bagian ketiga ini menyingkap kader atau penerusnya Ali Moertopo, yaitu Benny Moerdani yang juga dikenal sangat memusuhi umat Islam.

Benny diduga berada di balik tragedi berdarah Tanjung Priok, 1984. Pada masanya, militer Indonesia pernah dilatih di Israel.

Raut wajahnya keras dan kaku. Terkesan angker dan tak bersahabat. Itulah Leonardus Benjamin “Benny” Moerdani, sosok jenderal militer pada masa Orde Baru yang dikenal sangat benci Islam dan kaum Muslimin.

Benny Moerdani adalah orang kepercayaan Ali Moertopo. Benny sudah dipersiapkan jauh-jauh hari oleh Moertopo untuk menggantikannya dalam menjalankan tugas mengawasi bahaya “ekstrem kanan”, yang tak lain adalah gerakan Islam.

Benny Moerdani lahir di Cepu, 2 Oktober 1932. Di kalangan Katolik, jenderal yang dikenal ahli intelijen ini sangat dibangga-banggakan. Benny bisa dibilang sebagai representasi kelompok Katolik yang mempunyai posisi penting dalam lingkaran militer dan kekuasaan Orde Baru pada masa lalu.

Sosok Intelijen Anti Islam II : LB Moerdani, Kader Jesuit yang Memusuhi Islam

Sosok Intelijen Anti Islam II : LB Moerdani, Kader Jesuit yang Memusuhi Islam

Sebagai kader Moertopo, Benny pernah diangkat menjadi wakilnya ketika terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia.

Ia juga termasuk sosok yang terlibat dalam pembentukan Centre for International Studies (CSIS), sebuah lembaga think-tank yang sangat dekat dengan Orde Baru, didukung oleh para birokrat Kejawen dan pengusaha etnik Cina yang saat itu membangun gurita dalam lingkar elit kekuasaan Orde Baru.

Di kalangan tentara Muslim, Benny Moerdani dikenal sangat tidak aspiratif terhadap kelompok Islam. Almarhum mantan Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Ka-BAKIN), Letjend TNI Z.A Maulani pernah mengatakan, pada masa Benny Moerdani menjadi panglima ABRI, sangat sulit mendapatkan masjid atau mushalla di komplek dan barak-barak militer.

Keberadaan tempat ibadah umat Islam tersebut dikontrol begitu ketat. Bahkan, pada masa itu banyak tentara Muslim yang tidak berani mengucapkan “Asssalamu’alaikum” ketika berada di lingkungan militer.

Benny pernah melontarkan pernyataan kontroversial yang melarang umat Islam mengucapkan salam. Dalam sebuah rapat kabinet bidang Polkam, Jaksa Agung Ali Said pernah dibentak oleh Benny karena mengucapkan “salam” dalam rapat tersebut. “Indonesia bukan negara Islam, tak perlu ucapkan salam,” bentaknya saat itu.

Peristiwa pembajakan pesawat yang disebut-sebut sebagai bagian dari operasi kelompok jihad, juga digagalkan atas peran Moerdani. Ia terlibat dalam aksi pembebasan para sandera dan penangkapan orang-orang yang dianggap sebagai “teroris” atau “ekstrem kanan” ketika itu.

Pasca Peristiwa 15 Januari 1974 (Malari) yang diduga kuat melibatkan operasi intelijen Ali Moertopo, Presiden Soeharto memanggil Moerdani yang ketika itu sedang bertugas sebagai konsulat di KBRI Korea Selatan untuk datang menghadap.

Belakangan diketahui, pemanggilan Moerdani ke Jakarta oleh Presiden Soeharto adalah hasil lobi-lobi Ali Moertopo untuk menempatkan kader pentingnya di lingkaran presiden.

Dengan diantar oleh Moertopo, Moerdani kemudian bertemu Pak Harto. Setelah pertemuan, Moerdani kemudian diangkat oleh Soeharto sebagai Ketua G-1 Intelijen Hankam yang bertugas mengendalikan seluruh intelijen di Angkatan Darat dan kepolisian. Selain itu Moerdani juga diperbantukan untuk BAKIN.

Karir militer Benny Moerdani terus melesat, meskipun ketika itu umat Islam mulai mencurigai sepak terjangnya yang sangat antipati terhadap aspirasi Islam.

Benny Moerdani dilibatkan dalam menangani intelijen Kopkambtib dan diangkat menjadi Ketua Satuan Tugas Intelijen, sebuah lembaga yang dikenal sangat angker dan ditakuti pada masa Orde Baru.

Para ulama, khatib, mubaligh dan aktivis Islam pernah merasakan bagaimana bengisnya lembaga ini dalam memosisikan Islam sebagai ancaman dan lawan. Moerdani bahkan diduga berada di balik perpecahan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), sehingga terbentuklah dua HMI: HMI Dipo dan HMI MPO.

Tahun 1983, ketika Benny Moerdani diangkat sebagai Panglima ABRI menggantikan Jenderal M. Yusuf, umat Islam makin khawatir dengan sepak terjangnya.

Moerdani kemudian melakukan berbagai upaya restrukturisasi secara drastis, dengan menempatkan tentara-tentara yang Nasrani dalam jajaran penting di militer.

Sosok Intelijen Anti Islam II : LB Moerdani, Kader Jesuit yang Memusuhi Islam

Benny Moerdani juga dicurigai dalam menjegal karir para perwira ABRI Muslim. Tak heran, jika ada yang menyebut telah terjadi kristenisasi di tubuh ABRI di bawah kepemimpinan Benny Moerdani.

Dalam persepsi Benny Moerdani, semua gerakan Islam adalah ancaman, sebagaimana DI/TII pada masa lalu yang kemudian ditumpas.

Benny Moerdani yang pernah terlibat dalam operasi menumpas DI/TII dan PRRI/Permesta tidak bisa membuang persepsi negatif terhadap gerakan Islam, sehingga menjadikan Islam sebagai ancaman yang membahayakan keutuhan NKRI.

Berbeda dengan Ali Moertopo yang kerap pamer kekuasaan, Benny justru dikenal sebagai sosok yang misterius dan penuh rahasia. Meski sama-sama haus kekuasaan, Bennyi bermain “cantik” untuk menjalankan obesesinya tersebut.

Sebagai orang yang malang melintang di dunia intelijen, segala tindakan ia perhitungkan dengan matang dan sangat tertutup. Bahkan ihwal tentara yang sering kali di latih di Israel pun, pada masa Benny Moerdani tidak terungkap, tertutup rapat.

Di kalangan tentara Muslim, isu tentang militer yang dilatih di Israel pada masa Benny Moerdani sudah santer terdengar.

Benny menyadari posisinya sebagai bagian dari kelompok minoritas di Indonesia. Itu membuanya sulit untuk menggapai puncak kekuasaan di republik ini.

Karena itu, dengan kelihaiannya ia berperan sebagai king maker, orang yang mempengaruhi pihak yang berkuasa. Kepada perwira kopassus di akhir tahun 1980-an Benny pernah berseloroh, “Buat apa jadi orang yang berkuasa, jika bisa dengan tanpa risiko kita mengontrol orang yang berkuasa.”

Karena itu, Benny membuat strategi agar orang yang berkuasa nanti, meskipun berasal dari kalangan Islam, namun bisa dengan leluasa ia atur.

Itulah yang menyebabkan ia menjegal habis-habisan langkah Soedharmono untuk menjadi wakil presiden, karena Sudharmono bukan sosok yang bisa ia atur, di samping, menurutnya, Soedharmono dekat dengan kalangan santri. Benny kemudian menjadikan Naro sebagai calon wakil presiden yang ia gadang.

Benny juga dikenal lihai dalam mendekati kelompok Islam yang pernah memendam kekecewaan dengan Masyumi. Ia melakukan politik belah bambu dengan mendekati kiai dari kelompok Nahdlatul Ulama (NU), dan menginjak kelompok lain yang berseberangan dengan NU.

Pertentangan antara NU sebagai kelompok tradisionalis Islam dengan kelompok Masyumi sebagai santri modernis ia pertajam. Karenanya, Benny kerap bersafari dari pesantren ke pesantren NU dengan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur untuk melakukan politik pecah belah tersebut.

Safari bersama dilakukan Benny dan Gus Dur di tengah kecaman umat Islam yang menuntut Benny bertanggung jawab dalam tragedy pembantaian umat Islam Tanjung Priok, di Jakarta pada 12 September 1984.

Saat peristiwa Priok, Benny sedang berada di Jakarta. Bahkan pada tengah malam usai tragedi pembantantaian, Benny sudah berada di lokasi kejadian.

Pada dini harinya ia langsung meluncur ke rumah sakit dan sempat menghitung jumlah mayat yang tergeletak di rumah sakit. Anehnya, sampai akhir hayatnya, Benny Moerdani sama sekali tidak tersentuh hukum dalam tragedi berdarah ini.

Sosok Intelijen Anti Islam II : LB Moerdani, Kader Jesuit yang Memusuhi Islam
Benny & Try Sutrisno pasca Peristiwa Priok

Leonardus Benny Moerdani meninggal di Jakarta, pada 29 Agustus 2004 dalam usia 72 tahun, karena menderita stroke. Kepergiannya mendapatkan penghormatan yang luar biasa di kalangan militer.

Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Bendera setengah tiang selama tujuh hari dikibarkan di lingkungan militer.

Setelah Moerdani tiada, siapakah sosok intelijen anti Islam yang menggantikannya?

Sumber Artikel Asli: Artawijaya/salam-online.com

Anda membaca Sosok Intelijen Anti Islam III : LB Moerdani, Kader Jesuit yang Memusuhi Islam jangan lupa untuk membagikan dengan teman-teman anda.


21 comments:

Sosok Intelijen Anti Islam II : Ali Moertopo, Arsitek Pemberangus Gerakan Islam Orde Baru

Updated by | Jumat, Maret 22, 2013
Lanjutan artikel sebelumnya: Sosok Intelijen Anti Islam I : Ali Moertopo, Arsitek Pemberangus Gerakan Islam Orde Baru: Untuk memuluskan langkah-langkah politik Islamophobia, kelompok militer anti-Islam yang dikomandoi oleh Ali Moertopo, oknum pengusaha etnik Cina, Serikat Jesuit, dan pejabat sekular-kejawen, mendirikan sebuah lembaga think tank bernama Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada 1 September 1971, bermarkas di Tanah Abang III, Jakarta Pusat.

Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani (penasihat kebatinan Soeharto) menjadi sosok yang berada di belakang CSIS. Lembaga ini kemudian membuat masterplan pembangunan Orde Baru yang sangat menguntungkan pemerintah, pengusaha etnik Cina dan kelompok Kristen.

Sementara umat Islam dianggap sebagai bahaya yang mengancam, yang bercita-cita mendirikan negara Islam. Mereka masih menjadikan isu “Darul Islam” sebagai jualan untuk memberangus gerakan Islam. Selain pula mewaspadai kebangkitan Islam politik yang pada masa lalu direpresentasikan melalui kekuatan Partai Masyumi.

Kelompok Kristen dan oknum pengusaha etnik Cina yang merapat ke militer, meyakinkan pemerintah dan tentara, bahwa jika umat Islam berkuasa, maka akan terjadi diktator mayoritas, dimana penegakan syariat Islam akan diberlakukan.

Pemerintah yang ketika itu mabuk kekuasaan dan tentara yang diindoktrinasi untuk mewaspadai ancaman terhadap kebhinekaan Pancasila, kemudian termakan isu tersebut, sehingga memposisikan umat Islam sebagai bahaya.

Agenda politik kelompok anti Islam ini berhasil menciptakan konglomerasi dan gurita bisnis antara penguasa dan pengusaha. Di antara jaringan bisnis tersebut adalah Pan Group milik Panlaykim dan Mochtar Riady, PT Tri Usaha Bakti milik Soedjono Hoemardani, Pakarti Grup milik Lim Bian Kie dan Panlaykim, dan Berkat Grup milik Yap Swie Kie.

Masuknya kekuatan konglomerat dalam lingkaran Orde Baru membuat rezim tersebut semakin kuat. Karena itu, ada yang mengatakan bahwa Orde Baru dibangun oleh empat pilar kekuatan, yaitu ABRI, Birokrat, Golkar dan konglomerat.

Keempat pilar tersebut memainkan peran penting dalam memarjinalkan peran politik umat Islam saat itu. Kolaborasi rezim Orba dengan pengusaha Katolik/Cina di antaranya dengan membuat kebijakan yang memotong urat nadi ekonomi umat Islam dan menghidupkan kelompok kecil Cina keturunan.

Sentra-sentra ekonomi umat Islam seperti di Pekalongan, Solo, Pekajangan, Majalaya, dan lain-lain, dengan aneka kebijakan pemerintah dapat dikerdilkan.

Jaringan perbankan dan sektor keuangan lainnya juga berhasil mereka kuasai. Karena itu, ketika Orba berkuasa, gurita bisnis kelompok ini begitu perkasa dan dapat memengaruhi kebijakan pemerintah.

Siapa Ali Moertopo sesungguhnya?

Mantan Pangkopkamtib Jenderal Soemitro mengatakan asal usul Ali Moertopo sangat gelap, sehingga banyak rumor yang beredar tentang sosoknya.

Ali Moertopo, Arsitek Pemberangus Gerakan Islam Orde Baru

Ali Moertopo

Kasman Singodimedjo, tokoh Islam yang pada zaman Soekarno aktif di militer mengatakan, Ali Moertopo adalah bekas intel tentara Angkatan Laut Belanda (Netherland Information Service) yang ditangkap Hizbullah di daerah Tegal, Jawa Tengah. Saat ditangkap, Ali Moertopo nyaris dibunuh. Ia kemudian dijadikan double agent oleh Hizbullah.

Versi lain, seperti diceritakan Adam Malik, Ali Moertopo adalah pendiri AKOMA (Angkatan Komunis Muda) yang berafiliasi pada partai Murba Alimin, yang berhaluan Sneevliet. Meski tidak percaya bahwa Moertopo bekas pentolan salah satu organisasi Komunis, Soemitro menceritakan kisah yang dikait-kaitkan dengan sosok Komunis Moertopo.

Saat ada seorang staf Moertopo ingin membuat tulisan tentang “Peristiwa Tiga Daerah” yang menyebutkan Komunis sebagai dalang dari peristwa itu, Moertopo membentaknya. “Mau Apa? Mau mendiskreditkan saya?”

Moertopo juga dikenal dekat dengan Kolonel Marsudi, salah seorang anggota PKI yang pernah menjadi Direktur Opsus. Selama di Opsus, Marsudi selalu berada di belakang layar dan sangat tertutup.

Marsudi pun disebut-sebut sebagai pendiri Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), organisasi mahasiswa underbouw PKI. Cerita mengenai ini diungkap dalam buku biografi Jenderal Soemitro, senior Ali Moertopo di lingkungan militer, yang ditulis oleh Ramadhan K.H.

Dalam catatan Jenderal Soemitro, jauh-jauh hari Ali Moertopo sudah merencanakan CSIS dan Opsus sebagai alat untuk memperkuat dan mengamankan rezim Orba.

Ali Moertopo yang melihat kekuatan Islam sebagai gerakan yang bisa mengancam ‘gerak laju pembangunan’, mencari partner yang bisa diajak untuk sama-sama menjegal gerakan Islam. Dan partner tersebut adalah kelompok Katolik yang tergabung dalam Ordo Jesuit.

Ali Moertopo didekati kelompok ini karena posisinya sebagai orang dekat Soeharto dan mempunyai pengaruh di ABRI. Kabarnya, Ali Moertopo sudah didekati kelompok ini sejak tahun 1960-an.

Ali Moertopo sendiri sudah mengetahui bahaya dari kelompok Orde Jesuit ini, yang ia sebut lebih berbahaya dari komunisme karena terdiri dari para intelektual adventurir. Namun, kata Ali, kedekatannya dengan kelompok itu adalah untuk meredam gerakan mereka, atau dalam bahasanya “untukmengandangkannya ketimbang bergerak liar”.

Apakah dalam rangka “mengandangkan” Orde Jesuit ini juga, kemudian Ali Moertopo menjadikan rumah Pater Beek (tokoh Jesuit Indonesia) di jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, sebagai markas Opsus?

Saat peristiwa 15 Januari 1974, Ali Moertopo diduga terlibat penunggangan aksi apel mahasiswa yang menolak kedatangan PM Jepang yang berujung pada kerusuhan di Jakarta.

Tujuan manuver politik Moertopo adalah untuk menyingkirkan orang-orang yang mencoba mendekati Soeharto dan menjadi rival politiknya. Untuk menggambarkan bahwa dia orang yang bisa mengendalikan kebijakan politik Orde Baru, Benny Moerdani, kadernya Moertopo, pernah mengatakan, ”Kuda boleh berganti, tapi saisnya tetap satu”.

Artinya, siapapun bisa menggantikan Soeharto, asalkan tetap bisa dikendalikan oleh Moertopo dan kelompoknya.

Setelah peristiwa 15 Januari 1974, Ali Moertopo melakukan lobi politik kepada Presiden Soeharto untuk memanggil Benny ke Jakarta agar ditempatkan dalam jajaran penting di militer.

Keseriusan Ali Moertopo untuk menempatkan kadernya dalam posisi strategis di elit militer terlihat dengan menelepon langsung Benny yang saat itu berada di Korea Selatan.

Kemudian, dengan diantar sendiri oleh Ali Moertopo, Benny menghadap langsung ke Soeharto. Oleh penguasa Orde Baru itu Benny diserahi jabatan sebagai Ketua G-I Asisten Intelijen Hankam yang bertugas mengendalikan seluruh intelijen di Angkatan Darat dan Polri.

Selain itu, Benny juga ditugaskan untuk membantu Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN).

Ali Moertopo, Arsitek Pemberangus Gerakan Islam Orde Baru
Leonardus Benny Moerdani

Sebagai kader Ali Moertopo, beberapa posisi penting itu tentu saja sudah direncanakan dengan matang. Apalagi kemudian Benny ikut pula menangani intelijen Kopkamtib dan menjadi Ketua Satuan Tugas Intelijen, serta kemudian menjabat sebagai Kepala Pusat Intelijen Strategis Hankam.

Karir intelijen Leonardus Benjamin (Benny) Moerdani terus melejit dan menjadi sorotan penting dalam hubungannya dengan umat Islam saat ia menggantikan Jenderal M Yusuf sebagaiPanglima ABRI pada tahun 1983.

Setelah Ali Moertopo, tongkat estafet permusuhan militer terhadap umat Islam dilanjutkan oleh Benny Moerdani, kader Jesuit yang juga kader Moertopo.

Bagaimana kiprah Benny Moerdani dalam memberangus gerakan Islam? Lanjutannya di bagian III

Sumber Artikel Asli: Artawijaya/salam-online.com

Anda membaca Sosok Intelijen Anti Islam II : Ali Moertopo, Arsitek Pemberangus Gerakan Islam Orde Baru jangan lupa untuk membagikan dengan teman-teman anda.


0 comments:

Sosok Intelijen Anti Islam I : Ali Moertopo, Arsitek Pemberangus Gerakan Islam Orde Baru

Updated by | Jumat, Maret 22, 2013
Sosoknya dikenal sebagai tangan kanan Soeharto. Ia menggunakan siasat “Pancing dan Jaring” untuk memberangus gerakan Islam. Umat Islam disusupi dan dipancing untuk bertindak ekstrem, setelah itu dijaring untuk diberangus atau dikendalikan!

Namanya Ali Moertopo. Meski Muslim, dalam karir intelijen dan militernya ia dikenal sebagai arsitek pemberangus gerakan Islam pada masa Orde Baru.

Ia menjadikan umat Islam sebagai lawan, bukan kawan. Untuk memuluskan misinya, ia berkolaborasi dengan kelompok anti-Islam, di antaranya kelompok Serikat Jesuit, kejawen, dan para pengusaha naga yang menjadi pilar kekuatan Orde Baru.

Mereka tak hanya mengebiri kekuatan Islam secara politik, tetapi juga memarjinalkan perekonomian umat Islam.

Ali Moertopo dilahirkan di Blora, Jawa Tengah, 23 September 1924. Sebagai tangan kanan penguasa Orde Baru, Soeharto, beberapa jabatan mentereng di dunia militer, intelijen, dan pemerintahan pernah dipegangnya, yaitu; Deputi Kepala Operasi Khusus (1969-1974), Wakil Kepala Bidang Intelijen Negara (1974-1978), Penasihat Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Golkar, dan Menteri Penerangan RI (1978-1983).

Hampir semua posisi dan karir yang didudukinya, berkaitan dengan upaya menyingkirkan peranan umat Islam dan memberangus gerakan Islam.

Pada pemilu tahun 1971, Moertopo memobilisasi kekuatan militer untuk menekan para mantan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk memilih Golkar. Sedangkan saat menjabat sebagai Kepala Operasi Khusus (Opsus), lembaga yang dikenal angker pada saat itu, Ali Moertopo banyak melakukan upaya-upaya penyusupan (desepsi, penggalangan dan pemberangusan gerakan Islam).

Siasat “Pancing dan Jaring” digunakan oleh Moertopo untuk menyusup ke kalangan Islam, melakukan pembusukan dengan berbagai upaya provokasi, kemudian memberangusnya.

Operasi intelijen tersebut pada saat ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh Densus 88, sebuah detasemen yang juga dikendalikan oleh musuh-musuh Islam, dengan tujuan yang sama.

Beberapa peristiwa seperti Komando Jihad, tragedi Haur Koneng, penyerangan Polsek Cicendo, Jamaah Imran, dan Tragedi pembajakan pesawat Woyla, tak lepas dari siasat licik Moertopo.

Stigma “ekstrem kanan” yang ditujukan kepada umat Islam dan “ekstrem kiri” yang ditujukan kepada anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI), juga hasil dari kerja intelijen Moertopo.

Umat Islam dipancing, kemudian dijaring dan diberangus. Sebagian yang tak kuat iman, dikendalikan kemudian digalang untuk bekerjasama dengan penguasa.

Pada peristiwa Komando Jihad misalnya, simpatisan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII), dipropaganda dan dimobilisasi oleh Ali Moertopo untuk melakukan perlawanan terhadap ancaman Komunis dari Utara (Vietnam).

Ali Moertopo kemudian mendekati beberapa orang tokoh DI, yaitu Haji Ismail Pranoto, Haji Danu Muhammad Hassan, Adah Djaelani, dan Warman untuk menggalang kekuatan umat Islam, yang memang sangat memendam luka sejarah terhadap komunisme.

Setelah ribuan umat Islam termobilisasi di Jawa dan Sumatera, dengan siasat liciknya, Moertopo kemudian menuduh umat Islam akan melakukan tindakan subversif dengan mendirikan Dewan Revolusi Islam lewat sebuah organisasi “Komando Jihad (KOMJI)”.

Mereka kemudian digulung dan dicap sebagai “ekstrem kanan”. Istilah “Komando Jihad” muncul pada tahun 1976 sampai 1982. Selain KOMJI, rekayasa intelijen juga terlihat jelas dalam kasus Jamaah Imran, Cicendo, dan pembajakan pesawat DC-9 Woyla.

Jamaah Imran adalah kumpulan anak-anak muda yang dipimpin oleh Imran bin Muhammad Zein, pria asal Medan. Aktivitas kelompok yang didirikan pada 7 Desember 1975 ini berpusat di Bandung, Jawa Barat.

Ali Moertopo, Arsitek Pemberangus Gerakan Islam Orde Baru

Ali Moertopo, Arsitek Pemberangus Gerakan Islam Orde Baru

Kelompok ini berobsesi ingin membangun sebuah komunitas Muslim yang melaksanakan syariat Islam secara murni. Untuk menjalankan misinya, menurut laporan intelijen, mereka mendirikan Dewan Revolusi Islam Indonesia (DRII).

Istilah Jamaah Imran juga diberikan oleh aparat, bukan penamaan yang dibuat kelompok anak muda tersebut. Kasus Jamaah Imran mencuat ke publik saat terjadi penyerangan Polsek Cicendo, Bandung, pada 11 Maret 1981.

Peristiwa itu bermula ketika polisi menahan anggota jamaah tersebut karena kasus kecelakaan. Kemudian mereka berusaha membebaskan anggotanya dengan melakukan penyerangan bersenjata. Peristiwa berdarah itu menjadi legitimasi aparat untuk melakukan penangkapan anggota Jamaah tersebut.

Peristiwa Cicendo berlanjut dengan aksi pembajakan pesawat terbang DC 9 Woyla GA 208 dengan rute Jakarta-Palembang pada Sabtu, 28 Maret 1981. Pembajakan tersebut dilakukan oleh lima orang anggota Jamaah Imran dengan membelokkan pesawat menuju Bandara Don Muang, Thailand.

Drama pembajakan ini berhasil ditumpas oleh Pasukan Khusus TNI di bawah pimpinan LB Moerdani dan Sintong Pandjaitan. Mengapa sekelompok anak muda itu begitu radikal dan berani melakukan perlawanan terhadap pemerintah? Setelah diusut, sikap radikal kelompok itu ternyata diciptakan oleh seorang intel ABRI yang bernama Johny alias Najamuddin yang menyusup dalam Jamaah Imran.

Johny yang sudah diterima oleh jamaah tersebut kemudian melakukan beragam provokasi dengan menebar kebencian kepada ABRI. Johny kemudian ‘membeberkan rahasia’ ABRI yang dikatakan akan melakukan de-islamisasi di Indonesia.

Untuk itu, Johny merencanakan agenda besar: melakukan perlawanan terhadap ABRI. Di tengah sikap ABRI yang memang telah membuka “front” terhadap umat Islam, para anggota Jamaah Imran kemudian terbujuk dengan gagasan Johny.

Tanpa sepengetahuan para anggota jamaah lainnya, Johny membuat dokumentasi setiap aktivitas yang dilakukan jamaah tersebut. Dengan skenario licik, Johny kemudian membuat rencana untuk melakukan operasi pencurian senjata api di Pusat Pendidikan Perhubungan TNI AD pada 18 November 1980.

Senjata curian itulah yang kemudian dilakukan untuk menyerang Polsek Cicendo. Anehnya, Johny yang telah menghasut anggota Jamaah Imran untuk menyerang markas polisi tersebut, ternyata tak menampakkan batang hidungnya saat peristiwa terjadi. Bahkan saat polisi melakukan aksi besar-besaran untuk menangkap Jamaah Imran, Johny ‘lolos’ dari penangkapan.

Johny akhirnya tewas dieksekusi anggota Jamaah ini di suatu tempat. Saat persidangan kasus ini digelar di pengadilan, majelis hakim menolak untuk membuka identitas Johny. Selain itu, Jaksa penuntut umum juga selalu mementahkan usaha untuk mengorek identitas pria itu lebih dalam.

Jenderal Soemitro, seniornya Ali Moertopo di lingkungan militer, dalam biografinya menyebut kasus Jamaah Imran, peristiwa penyerangan terhadap Golkar di Lapangan Banteng, dan pembajakan Pesawat Woyla sebagai rekayasa Opsus (Operasi Khusus) Ali Moertopo yang menerapkan teori “Pancing dan Jaring”.

Dalam kasus Jamaah Imran, kata Seomitro, Opsus memakai tokoh Imran yang bernama asli Amran. Selama lima tahun Imran dibiayai oleh Ali Moertopo belajar di Libya untuk mempelajari Islam dan ilmu terorisme. Imran Kemudian dimunculkan sebagai sosok yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia kembali.

Soemitro juga menceritakan, laporan intelijen menyebut tujuan operasi Woyla untuk menggulingkan pemerintahan Soeharto dan mendiskreditkan umat Islam. Operasi ini ingin memunculkan kesan bahwa kelompok Islam cenderung radikal dan masih memiliki keinginan untuk mendirikan negara Islam seperti halnya DI/TII.

Inilah yang kata Soemitro disebut sebagai teori “Pancing dan Jaring”, dimana umat Islam dirangkul (dibina, pen) terlebih dahulu, lalu dikipasi untuk memberontak, baru kemudian ditumpas sendiri oleh Opsus.

Jenderal Soemitro menceritakan, “Kecurigaan saya terhadap kasus Woyla, mulai muncul, ketika ada laporan bahwa sebetulnya Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab) Jenderal TNI M Jusuf akan membawa Awaloedin Djamin—yang notabene memiliki pasukan anti-teror untuk menyelasaikan kasus pembajakan tersebut.

Ali Moertopo, Arsitek Pemberangus Gerakan Islam Orde Baru
Ali Moertopo (kanan)

Namun, rencana itu tiba-tiba berubah tanpa sepengetahuan Jusuf, tidak tahu siapa yang mengubahnya. Akhirnya yang berangkat bukan lagi pasukan Awaloedin Djamin, melainkan pasukan RPKAD yang dipimpin Sintong Pandjaitan.

Ini yang menjadi pertanyaan sampai sekarang, mengapa RPKAD yang berangkat, bukannya polisi. Dari situ saya bisa menganalisis bahwa ada dua komando, yakni yang langsung ke jalur Pangab, dan satunya lagi: Jalur invisible hand!” (Lihat, biografi Jenderal Soemitro yang ditulis oleh Ramadhan K.H, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994 dan buku Heru Cahyono, Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari ’74, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998, Cetakan Ketiga)… (Lanjut ke Bagian 2).

Sumber Artikel Asli: Artawijaya/salam-online.com

Anda membaca Sosok Intelijen Anti Islam I : Ali Moertopo, Arsitek Pemberangus Gerakan Islam Orde Baru jangan lupa untuk membagikan dengan teman-teman anda.


2 comments:

Sekilas Mengenai Perang Korea Utara dan Selatan

Updated by | Rabu, Maret 20, 2013
Perang Korea adalah perang saudara antara Korea Utara dan Korea Selatan yang berlangsung sejak 25 Juni 1950 dan berakhir pada 27 Juli 1953 dengan ditanda tanganinya perjanjian Gencatan senjata. Gencatan senjata berarti Perang Korea belum sepenuhnya berakhir hingga kini.

Pada Perang Korea, Korea Selatan didukung oleh Amerika Serikat yang bertindak untuk dan atas nama PBB. Selain itu, Korea Selatan juga dibantu sekutunya, Inggris, Australia, Kanada dan negara lain yang mengirim tentaranya dibawah bendera PBB (antara lain Turki).

Sedangkan Korea Utara yang komunis, dibantu oleh pasukan Republik Rakyat China yang waktu itu belum jadi anggota PBB dan Uni Sovyet (yang anggota tetap Dewan keamanan PBB dan berhak mem-veto keputusan perang PBB). Uni Sovyet juga membantu secara finansial, perlengkapan perang dan juga penasihat militer.

Sekilas Mengenai Perang Korea Utara dan Selatan

Sekilas Mengenai Perang Korea Utara dan Selatan

Semuanya berawal dari pendudukan Semenanjung Korea oleh Jepang selama Perang Dunia II. Amerika Serikat, RRC (yang masih dikuasai Nasionalis-Chiang Kai Sek, yang pro sekutu), Inggris dan Uni Sovyet, pada Konferensi Kairo, November 1943, menyetujui untuk melepaskan kepentingan masing2 atas Korea dan menjadikannya negara merdeka secara berangsur dibawah suatu perwalian.

Tapi kemudian Amerika Serikat dan Uni Sovyet mengingkari perjanjian ini dan membuat Konferensi Yalta (Februari 1945) yang isinya antara lain mengijinkan Uni Sovyet membentuk buffer zone Eropa dan menguasai Korea sampai batas 38° Lintang Utara.

Sekilas Mengenai Perang Korea Utara dan Selatan

Seusai perjanjian itu, Uni Sovyet mengumumkan perang kepada Jepang 9 Agustus 1945 dan berderap memasuki Korea.

8 September 1945 barulah AS menerima penyerahan Korea dari Jepang. Sementara itu, Kim Il Sung di Utara memproklamirkan kemerdekaan Republik Rakyat Korea (resmi di deklarasikan 9 September 1948).

Pemerintahan perwalian Amerika Serikat di Korea Selatan enggan mengakui kemerdekaan itu karena dianggap terlalu komunis.

Amerika Serikat segera membentuk pemerintahan sipil di Korea Selatan di bawah kepemimpinan Syngman Rhee yang memproklamasikan Republik Korea pada 15 Agustus 1948.

Kedua pemimpin ini sebenarnya berniat untuk meyatukan Korea, tapi terhalang oleh ideologi masing-masing.

Amerika Serikat angkat kaki dari Korea Selatan pada tahun 1949 dengan meninggalkan Tentara Korea Selatan dengan sedikit persenjataan. Sementara Korea Utara terus mendapat bantuan dari Uni Sovyet. Hal ini membakar Kim untuk melakukan invasi untuk menyatukan Korea.

Dengan dalih bahwa pihak Selatan yang lebih dulu mem-provokasi dan melanggar demarkasi 38° LU, 25 Juni 1950 Korea Utara memulai invasi ke Korea Selatan dengan 250 ribu tentara infanteri dengan dukungan tank dan serangan udara.

Karena tidak siap dan nyaris tanpa dukungan, hanya dalam waktu 3 bulan (September 1950) Korea Utara berhasil menguasai 90% wilayah Korea Selatan.

Beberapa jam kemudian kemudian, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mengecam invasi Korea Utara terhadap Republik Korea, melalui Resolusi 82 DK PBB, meskipun Uni Soviet dengan hak vetonya memboikot pertemuan sejak Januari. Setelah memperdebatkan masalah ini, DK PBB, pada 27 Juni 1950, menerbitkan Resolusi 83 yang merekomendasikan negara anggota memberikan bantuan militer kepada Republik Korea.

Uni Soviet menentang legitimasi perang tersebut, karena:

  • Data intelejen tentara Korea Selatan yang menjadi sumber Resolusi 83 didapatkan dari intelejen AS;
  • Korea Utara (Republik Demokratik Rakyat Korea) tidak diundang sebagai anggota sementara PBB, yang berarti melanggar Piagam PBB Pasal 32;
  • Perang Korea berada di luar lingkup Piagam PBB, karena perang perbatasan Utara-Selatan awalnya dianggap sebagai perang saudara.


Selain itu, perwakilan Soviet memboikot PBB untuk mencegah tindakan Dewan Keamanan, dan menantang legitimasi tindakan PBB; ahli hukum mengatakan bahwa untuk memutuskan suatu tindakan diperlukan suara bulat dari 5 anggota tetap DK PBB.

Dukungan Amerika Serikat dengan bendera PBB membuat Korea Selatan mampu menahan kekuatan Korea Utara di Pusan (Agustus- September 1950).

Taktik Douglas MacArthur untuk mendaratkan marinir Amerika Serikat di Incheon, garis belakang pertahanan Utara, mampu memotong jalur bantuan dan perbekalan Korea Utara.

Tentara Korea Utara yang kekurangan perbekalan kemudian kalah jumlah terpukul balik.

Pukulan balik ini berlanjut sampai jauh ke wilayah Utara (Nopember 1950), bahkan Pyongyang jatuh ke tangan pasukan PBB pada Oktober 1950.

Tapi kemudian timbul masalah. RRC menuduh tentara Korea Selatan yang didukung PBB ‘kluyuran’ terlalu jauh ke utara dan merasa kedaulatannya terusik.

Mereka (RRC) kemudian memutuskan untuk “membantu Korea dalam menghadapi invasi Amerika Serikat dan PBB”.

Akhir Oktober tahun itu, 300 ribu tentara “sukarelawan” RRC menyeberangi sungai Yalu untuk membantu Korea Utara.

Dengan kekuatan sebesar itu, tentara Korea Selatan dan PBB dipukul mundur kembali sehingga melewati batas demarkasi 38° LU.

Selain kekalahan telak di lapangan, pasukan sekutu juga mengalami pukulan moril dengan gugurnya komandan Amerika Serikat Jend. Mark W. Clark.

Kekalahan ini membuat Jend. MacArthur sebagai komandan Asia Pasifik mengusulkan untuk mempergunakan bom atom kembali.

Tetapi tambahan 100 ribu tentara, perlengkapan kavaleri dan perbekalan, membuat pasukan PBB di bawah Komandan yang baru Matthew Ridgway berhasil menahan laju pasukan RRC.

Bahkan karena tidak sempurnanya jalur logistik, membuat RRC dan Korea Utara mengosongkan kembali daerah yang dikuasainya.

Pasukan Korea Selatan AS berhasil mendesak kembali lawannya ke Korea Utara dan bertahan di sekitar jalur demarkasi 38° LU.

Meskipun perang masih berlanjut, posisi ini tidak lagi berubah sampai gencatan senjata. Perang ini berakhir dengan ditandatanganinya perjanjian gencatan senjata 27 Juli 1953 antara Amerika Serikat, RRC dan Korea Utara.

Presiden Korea Selatan Syngman Rhee menolak menandatanganinya, namun berjanji untuk menghormatinya.

Korban tewas: AS: 36.940 terbunuh, China:100.000-150.000 terbunuh; kebanyakan sumber memperkirakan 400.000 orang yang terbunuh; Korea Utara: 214,000–520,000; kebanyakan sumber memperkirakan 500.000 orang yang terbunuh. Korea Selatan: Rakyat sipil: 245.000—415.000 terbunuh; Total rakyat sipil yang tewas antara 1.500.000—3.000.000; kebanyakan sumber memperkirakan 2.000.000 orang tewas.

Sungguh dahsyat bencana kemanusiaan yang terjadi akibat mempertahankan sebuah ideologi. Dan, Perang Korea Utara dan Korea Selatan sepertinya akan timbul dan meledak lagi. Sumber: @TweetMiliter, Wikipedia

Anda membaca Sekilas Mengenai Perang Korea Utara dan Selatan jangan lupa untuk membagikan dengan teman-teman anda.


0 comments:

Mengenal Rudal-rudal Balistik yang Dimiliki Korea Utara

Updated by | Minggu, Maret 17, 2013
Strategic Rocket Forces atau yang juga dikenal dengan nama Artillery Guidance Bureau adalah bagian dari Militer Korea Utara yang mengatur mengenai nuklir dan misil-misil strategis Korea Utara. Strategic Rocket Forces didirikan pada tahun 1999, yang pada awalnya adalah bagian dari Ground Force Artillery Command AD Korea Utara.

Strategic Rocket Forces adalah branch keempat Militer korea utara disamping AD, AL, dan AU. SRF langsung dikomando markas tertinggi. Fasilitas-fasilitasnya terdiri dari : Musudan-ri Rocket Launch Facility, Kittaryeong Missile Launch Facility (terletak di perbatasan korsel), Kalgol-dong Missile Launch Facility, dipersenjatai dengan rudal Hwasong 5 dan 6 dengan target Korea Selatan, Kusong Missile Site, yang berlokasi di pantai timur korut. targetnya adalah militer amerika yg berpangkalan di Jepang, Ok-Pyong-Dong Missile Facility dan yang terbaru Pongdong-ri.

Rudal-rudal Balistik Korea Utara

Mengenal Rudal-rudal Balistik yang Dimiliki Korea Utara

Strategic Rocket Forces berkapabilitas meluncurkan roket dari Missile silo, launch pad, mobile launcher, dan submarine-ship launch platform.

Berikut ini adalah daftar inventori rudal-rudal balistik dibawah Komando Strategic Rocket Forces Korea Utara:

1. FROG-7, tactical ballistic rocket buatan Uni Soviet. berjangkauan 70km

2. KN-1, rudal jelajah antikapal Korea Utara berbasis SS-N-2 Styx yang berjangkauan 160km

3. KN-2, Rudal balistik jarak pendek (SRBM) buatan korea utara berjangkauan 120km

4. Hwasong-5, SRBM (Short-Range Ballistic Missile) buatan korea utara berjarak jangkau 330km

Rudal Balistik Korea Utara Hwasong-5
Gambar Hwasong-5

5. Hwasong-6, SRBM buatan korea utara berjarak jangkau 700km

6. Scud-ER1 (Extended range) rudal balistik soviet scud yang dimodifikasi korut. berjarak jangkau 800km

7. Rodong-1, Medium-range ballistic missile (MRBM) buatan korea utara berjarak jangkau 1000km

Mengenal Rudal-rudal Balistik yang Dimiliki Korea Utara
Gambar Rodong 1

8. Rodong-2, MRBM buatan korea utara berjarak jangkau 2000km

Gambar Rodong 2

9. Taepodong-1, MRBM buatan korea utara berjarak jangkau 2500km

Mengenal Rudal-rudal Balistik yang Dimiliki Korea Utara
Gambar Taepodong 1

10. Taepodong-2, Intercontinental ballistic missile berjarak jangkau maksimal 12.500km

11. BM-25, Intermediate range ballistic missile (ILBM) buatan korea utara berjarak jangkau 2500km

Mengenal Rudal-rudal Balistik yang Dimiliki Korea Utara
Gambar BM-25

12. Musudan-1, rudal balistik yang diluncurkan dari kapal selam (SLBM) buatan korea utara berjarak jangkau 4000km

Pada 2009 dilaporkan, Korea Utara berhasil mengecilkan ukuran bom nuklir sehingga mampu dimuati di kepala rudal-rudal balistiknya. Sesuai doktrin militer Korea Utara, senjata-senjata nuklir diletakkan di lokasi terpisah dan disimpan dalam keadaan terpisah. Senjata nuklir baru akan dipasang ke rudal setelah ada persetujuan dari Supreme Commander. Selain nuklir, rudal balistik Korea Utara juga mampu dimuati senjata kimia, yang jumlahnya berlimpah di korea utara.

Selain rudal balistik, SRF juga membawahi pengembangan roket peluncur satelit. Yaitu Paektusan (Unha-1), Unha-2 dan Unha-3. Sumber: @TweetMiliter

Anda membaca Mengenal Rudal-rudal Balistik yang Dimiliki Korea Utara jangan lupa untuk membagikan dengan teman-teman anda.


0 comments:

Battle of Mogadishu, 'Black Hawk Down' di Dunia Nyata Part II

Updated by | Sabtu, Maret 16, 2013
Kita lanjutkan kisah nyata yang menjadi inspirasi film “Black Hawk Down”. Bagi anda yang belum membaca part I, silahkan menuju ke link ini Battle of Mogadishu, 'Black Hawk Down' di Dunia Nyata Part I.

Sebagai pembuka, terdapat seorang Prajurit Malaysia yang tewas dalam pertempuran ini. Sebuah kendaraan yang mengangkut Pasukan Penyelamat PBB yang terdiri dari pasukan Malaysia dan Pakistan terhantam RPG dari milisi yang menyebabkan seorang Prajurit Malaysia tewas dan tujuh lainnya terluka. Mari kita lanjutkan ceritanya.

Suatu ketika seorang Ranger, Prajurit Scott Galentine diberondong peluru milisi pada saat hendak menyeberang jalan. Proyektil menghantam popor dan jempol tangannya hingga senapan Colt Commando M16A2 yang dibawanya terjatuh.

Battle of Mogadishu, 'Black Hawk Down' di Dunia Nyata

Battle of Mogadishu, 'Black Hawk Down' di Dunia Nyata
Ranger Regiment Somalia 1993

Sesaat kemudian salvo RPG-7 dan dentuman Recoilles Gun 106 mm membuat para Ranger bubar ke segala penjuru. Tanpa menghiraukan seruan Sersan Matt Eversmann agar ia berlindung, Galentine berusaha mengambil senapannya yang terjatuh. Gerakannya langsung disambut semburan peluru para milisi yang memberondong dari berbagai arah.

Meskipun cedera dengan jari hampir putus, Galentine selamat. Helikopter SAR, sebuah MH-60 Black Hawk "Super 68" menurunkan personel medis. Rencananya heli berkemampuan Medevac (Medical Evacuation) ini akan membawa korban-korban yang terluka. Tetapi rencana itu pupus, karena saat baru terbang hovering sebentar sudah disambut tembakan gencar yang terus memburu dari bawah.

Sewaktu terlihat ancaman RPG, Letkol Gary Harrell menyuruh Super 68 agar secepatnya meninggalkan lokasi. Letnan Larry Perrino dan sebagian personel Ranger dari Chalk One berhasil mencapai crash site hampir berbarengan dengan pasukan Letnan Tom DiTomasso (Chalk Two) dan pasukan Sersan Sean Watson (Chalk Three).

Sementara itu, sebuah heli tempur MH-6 Little Bird dengan kode panggil "Star 41" mendarat. Evakuasi medis itu berlangsung sangat cepat, tidak sampai lima menit kemudian Star 41 sudah kembali mengudara. Mereka tidak bisa mengeluarkan Cliff Wolcott dan Donovan Briley karena tubuh kedua awak Super 61 itu terjepit lapisan kevlar pada kokpit.

Untuk mencegah para milisi menguasai helikopter, pasukan Ranger menyebar dan menduduki bangunan-bangunan strategis di sekelilingnya.

Masih di jalan Hawlwadig, pasukan penyerang Delta dan Night Stalker yang membawa para tawanan kesulitan bergabung dengan pasukan Ranger yang mendukung mereka karena terpisah satu blok.

Para milisi juga memiliki beberapa kendaraan pick up yang sudah dimodifikasi menjadi pengangkut senapan mesin berat M2HB 12,7 mm buatan AS maupun DsHK 12,7 mm buatan Soviet, sehingga gempuran yang dirasakan pasukan Amerika benar-benar terasa bagai guruh di siang bolong.

Battle of Mogadishu, 'Black Hawk Down' di Dunia Nyata
Kendaraan Pick-up yang dimodifikasi

Bagaikan sarang lebah yang terusik, Mogadishu segera dipenuhi para milisi dan penduduk sipil setempat. Seperti dikomando, mereka cepat-cepat memblokir jalan dengan ban-ban bekas yang dibakar.

Tiga buah Humvee penuh tawanan di bawah kendali sersan Jeff Struecker segera meninggalkan lokasi. Karena Humvee merupakan jip tertutup, maka praktis perlawanan konvoi Struecker hanya dapat mengandalkan diri pada senapan mesin berat M2HB kaliber 12,7 mm yang terpasang di atap kendaraan. Tak pelak lagi, tiga Humvee itu menjadi sasaran empuk bagi peluru milisi Aideed yang menyembur bagai air hujan.

Di sebuah belokan, Sersan Dominic Pilla, penembak senapan mesin 12,7 mm di Humvee Sersan Truecker tertembak lehernya. Ia jatuh dengan darah belepotan di pangkuan Prajurit John "Brad" Thomas yang langsung syok.

Battle of Mogadishu, 'Black Hawk Down' di Dunia Nyata
Humvee yang digunakan di Somalia

"Satu Ranger gugur!", teriak Sersan Jeff Struecker lewat radio. Suaranya serak di tengah bisingnya mesin Humvee dan gencarnya tembakan milisi Aideed. Sersan Norman Hoot yang berada di samping Struecker segera beranjak ke belakang mengawaki senapan mesin 12,7 yang ditinggalkan Sersan Dominic Pilla.

Begitu konvoi Sersan Struecker mencapai Bandara, mereka segera disambut oleh rekan-rekan Ranger maupun unit lainnya yang sejak tadi mengikuti jalannya pertempuran lewat radio.

Tak lama kemudian terdengar berita kalau satu heli Black Hawk berkode Super 64 yang dipiloti CWO Michael Durrant jatuh akibat sengatan RPG.

Jenderal Garrison mengutus Letkol Joe Cribbs untuk menyampaikan perintah lisan agar pasukan Sersan Struecker kembali ke kota, kali ini untuk mengevakuasi kru Super 64.

Dua helikopter MH-6 Little Bird penuh dengan anggota SOAR membayangi konvoi Sersan Struecker dari udara.

Sementara itu Letkol Danny McKnight yang membawa sisa tawanan dengan konvoi sembilan Humvee dan truk bermaksud menuju lokasi jatuhnya Super Six One. Tetapi niatnya berangsur surut karena setiap jalan yang menuju ke sana telah diblokir oleh milisi Aideed.

Di tengah perjalanan, sebuah Humvee terkena tembakan RPG. Tembakan itu begitu telak hingga melemparkan Sersan Tim Grizz yang menyetir kendaraan tersebut hingga terpental beberapa meter jauhnya dalam posisi kaki terkutung habis.

Sembari mengurus rekan yang terluka, anak buah McKnight membentuk perimeter pertahanan dengan memanfaatkan Humvee sebagai tempat berlindung.

Sampai akhirnya persediaan amunisi para Ranger mulai menipis, padahal di sisi lain musuh justru semakin memperhebat serangannya. Letkol McKnight memerintahkan agar setelah selesai memuat para anggota yang terluka, mereka lebih baik segera pergi.

Selain amunisi sudah hampir habis, sejumlah anggota Ranger juga terluka berat dan butuh perawatan medis secepatnya, jadi kalau konvoinya harus kembali ke Hawlwadig ia meminta dipandu kembali ke bandara Mogadishu terlebih dahulu.

Keseluruhan Battle of Mogadishu berlangsung selama kurang lebih 17 jam. 18 Perajurit Amerika Serikat terbunuh dalam perang ini dan 73 lainnya mengalami luka-luka. Beberapa tubuh Prajurit Amerika yang meninggal diseret ke jalan oleh penduduk lokal dan dimutilasi. Sekian! Sumber: @DuniaMiliter, Wikipedia

Anda membaca Battle of Mogadishu, 'Black Hawk Down' di Dunia Nyata Part II jangan lupa untuk membagikan dengan teman-teman anda.


0 comments:

Kekuatan Militer Korea Utara

Updated by | Jumat, Maret 15, 2013
Militer Korea Utara (Korean People's Armed Forces) secara garis besar terdiri dari tiga Matra utama, Darat, Laut dan Udara ditambah dengan Biro Pemandu Artilleri (Artillery Guidance Bureau) yang bernaung dibawah langsung komando pusat Militer Korea Utara.

Artillery Guidance Bureau membawahi seluruh satuan dan peralatan sistem Rudal Balistik, baik jarak pendek hingga antar benua. Pada kesempatan berikutnya kita akan membahas mengenai Artillery Guidance Bureau ini.

Anggaran Militer Tahunan Korea Utara merupakan terbesar di dunia dalam perbandingan dengan nilai GDP. Yaitu sebesar 25% dari total GDP!! Dibandingkan dengan Amerika yang berkisar di 3% saja. Tetapi ekonomi juga menentukan.

Kekuatan Militer Korea Utara

Kekuatan Militer Korea Utara

Strategi Korea Utara bertumpu kepada Serbuan frontal menggunakan Infantry dan Tank. Doktrin peninggalan Uni Soviet dan china.

Dalam prakteknya, angkatan laut dan udara akan membantu serbuan dengan melaksanakan tugasnya masing-masing. Doktrin serbuan frontal Korea Utara menjadikan angkatan darat sebagai ujung tombak penyerbu, AL dan AU sebagai komponen pendukung.

Angkatan Laut akan membantu (jika memungkinkan) dengan mendaratkan pasukan Marinir di garis belakang musuh dan AU memberikan air cover dan air support.

Angkatan Darat Korea Utara berintikan pada ribuan Main Battle Tank (MBT) terdiri dari T-54, T-55, T-62, T-72 ditambah MBT lokal Chonma Ho dan Pokpung Ho. Jumlah personel AD Korea Utara mencapai 980.000 Personil dan 4 Juta Anggota Cadangan.

Kekuatan Militer Korea Utara
MBT Lokal Pokpung Ho dalam Parade Militer

Artileri AD Korea Utara bertumpu pada Meriam-meriam Howitzer tarik maupun swagerak kaliber 122mm, 152mm dan 170mm. Dan ribuan MRLS (Multiple Launch Rocket System) buatan soviet.

Angkatan Laut Korea Utara terdiri dari dua armada utama. Armada barat dan timur. Kekuatan Utama bertumpu di Armada timur. Korea Utara diketahui memiliki 73 Kapal Selam dari berbagai Jenis. Dengan yang terbesar adalah Whiskey-Class dan Romeo-class.

Whiskey-class dan Romeo-Class adalah Kapal Selam bertenaga Diesel-Elektrik buatan Uni Soviet yg dilansir pada era 1950-1960

Industri Lokal Korea Utara diketahui sudah mampu meretrofit dan memodernisasi Armada Kapal Selamnya secara mandiri. Selain whiskey dan Romeo, Kapal Selam Korea Utara juga mencakup kapal selam kecil berkapasitas 18 awak dan Midget berkapasitas dua awak.

Persenjataan Angkatan Laut Korea Utara mencakup Artilleri kaliber 122mm dan 130mm. Dan untuk Peluru Kendali mengandalkan rudal SS-N-2 Styx.

Angkatan Udara Korea Utara, tugas utamanya untuk melindungi wilayah udara Korea Utara dan mendukung angkatan darat dalam penyerbuan. AU Korea Utara juga didoktrin dan dilatih untuk melakukan pre-emptive strike ke Korea Selatan dalam waktu singkat.

Doktrin pre-emptive strike AU Korea Utara mencakup, Take-off dari airfield, menuju Seoul, melepas muatan bom, lalu kabur kembali ke utara.

Kekuatan udara AU Korea Utara bertumpu pada 250an unit MiG-21MF Fishbed-J, 60 unit MiG-23ML Flogger, dan MiG-29 Fulcrum. Khusus MiG-29A dan MiG-29UB (varian kursi ganda) hanya ditempatkan di ibukota Pyongyang, untuk melindungi ruang udara kota Pyongyang.

Sementara, MiG-21 dan MiG-23 disebar diseluruh pelosok negara. Untuk pesawat antik seperti MiG-15 dan MiG-17 ditempatkan di perbatasan.

Fungsi MiG-15, MiG-17 dan MiG-19 Farmer AU Korea Utara untuk melakukan pre-emptive strike ke Seoul dengan membawa muatan bom, roket maupun kanon. Korea Utara diketahui adalah operator MiG-15 dan MiG-17 Terakhir di dunia, dan seluruh armadanya masih layak terbang!

MiG-17 adalah pesawat era perang vietnam, rilisan 1952. MiG-15 veteran perang korea tahun 1950an, rilisan 1948-1949.

Kekuatan pembom AU Korea Utara berintikan pada 80 unit pembom medium Ilyushin Il-28 Beagle. Il-28 AU Korut diketahui berkemampuan meluncurkan rudal jelajah antikapal SS-N-2 Styx yg juga diproduksi lokal oleh Korea Utara.

Pesawat serang darat AU Korea Utara terdiri dari sukhoi Su-25 Frogfoot dan MiG-23BN flogger-D.

Kekuatan helikopter AU Korea Utara terdiri dari Mi-2, Mi-4, Mi-8, Mi-14, Mi-24 buatan soviet dan Hughes MD500 buatan Amerika, Heran?? Pada tahun 1980an, Korea Utara mengimport 80 unit helikopter Hughes MD530 dari Amerika untuk tujuan "sipil".

Pada kenyataannya, MD530 yang diterima dimodifikasi dengan memasang pod roket dan gunpod untuk kemampuan serang. Bahkan MD530 AU Korea Utara ada yang dicat dengan logo dan warna AU korea selatan, untuk tujuan penyamaran dan infiltrasi.

Militer Korea Utara sangat sering mengadakan parade setiap tahunnya! Setiap hari-hari besar di Korea Utara pasti dimeriahkan parade.

Hari lahir Kim Il Sung, Kim Jong Il, Kim Jong Un, berdirinya Partai Pekerja korea (KWP), Hari kemerdekaan, peringatan perang korea. Bahkan perayaan tahun baru takkan dilewatkan di Korea Utara tanpa parade militer.

Latihan militer Korea Utara dilakukan beberapa kali setahun dalam skala besar-besaran. Jika dihitung, total biaya untuk melaksanakan 1 kali latihan besar-besaran mencapai lebih dari 100 milyar rupiah dalam 1 hari.

Sekarang, panglima besar angkatan bersenjata Korea Utara dipimpin langsung oleh Kim Jong Un, selaku kepala negara dan pemerintahan.

Kekuatan Militer Korea Utara

Berikut data-data statistik tentang kekuatan militer Korea Utara:

Jumlah Personel aktif : 1.106.000 orang, jumlah personel cadangan : 8.200.000 orang, jumlah SDM tersedia : 12.933.972 orang

Total Persenjataan darat: 20.692 pucuk, Tank: 5.410 unit, APC/IFV: 2.582, Meriam artileri: 1.500 unit, Self-Propelled gun: 1.600 unit, Multiple Rocket Launcher System: 600, Mortar: 2000, Senjata anti-tank: 7.000, senjata antipesawat: 650, kendaraan logistik: 8.000

Jumlah Pesawat: 1650, jumlah helikopter: 328, total landasan udara yg operasional: 79.

Jumlah kapal perang: 708, Frigate: 3, Kapal selam: 58 (2011), kapal patroli: 471, kapal penebar ranjau: 58, kapal bersenjata: 158, Kapal pendarat amfibi: 273 unit. Sumber: globalfirepower, @TweetMiliter

Anda membaca Kekuatan Militer Korea Utara jangan lupa untuk membagikan dengan teman-teman anda.


0 comments:

Battle of Mogadishu, 'Black Hawk Down' di Dunia Nyata Part I

Updated by | Kamis, Maret 14, 2013
Tanggal 3 Oktober 1993, pasukan AS yang tergabung dalam US Special Operation Force bergerak di kota Mogadishu, Somalia untuk menangkap para penasehat Jenderal Mohammed Farah Aideed, yaitu Mohammed Hasan Awale dan Omar Saled Elmi. Omar Saled Elmi saat itu juga merangkap jabatan sebagai Menteri Luar Negeri Somalia.

Jenderal Mohammad Farah Aideed adalah adalah panglima Habr Gadr, salah satu faksi terbesar dari beberapa faksi di Somalia yang berhasil menggulingkan Mohammed Siad Barre, diktator Somalia yang memerintah sejak 1969.

Bagi Amerika, Jenderal Aideed adalah bisul bagi perdamaian yang sedang diupayakan PBB, oleh karena itu ia harus segera dieliminasi.

Pasukan operasi khusus AS yang dibentuk untuk memburu orang-orang Jenderal Aideed tersebut merupakan gabungan dari semua elemen pasukan khusus yang ada di Somalia, yaitu Ranger, Delta Force, dan Night Stalker (SOAR).

Battle of Mogadishu, 'Black Hawk Down' di Dunia Nyata

Battle of Mogadishu, 'Black Hawk Down' di Dunia Nyata

Misi tanggal 3 Oktober itu sebenarnya sangat sederhana, sejenis 'one day operation'. Pasukan akan diturunkan lewat helikopter untuk menggerebek tempat pertemuan orang-orang Jenderal Aideed yang berlangsung di kawasan jalan Hawlwedig, tidak jauh dari Hotel Olympic Mogadishu.

Di atas kertas, operasi militer yang disusun oleh panglima pasukan AS di Somalia, Mayor Jenderal William F. Garrison tersebut hanya akan berlangsung selama 45 menit saja, atau kalau memang terjadi perlawanan atau keterlambatan paling banter hanya akan molor 2-3 jam saja. Tak heran kalau para prajurit yang bertugas dalam misi ini hanya membawa peralatan tempur standar dengan amunisi seperlunya saja.

Skenarionya adalah, pasukan Delta Force pimpinan Sersan Paul Howe bertugas menangkap para pembantu Jenderal Aideed, sedangkan pasukan darat yang berasal dari kesatuan Ranger di bawah pimpinan Letnan Kolonel Danny McKnight akan mengawal mereka menuju tempat penahanan di koridor pasukan PBB yang dikuasai AS di bandara Mogadishu.

Letnan Kolonel Gary Harrell, komandan SOAR (Special Operation Aviation Regiment) akan mengkoordinasikan operasi militer tersebut lewat udara. Sekitar 75 anggota Ranger diturunkan dengan, terbagi dalam empat regu dengan kode 'Chalk' di sekeliling bangunan untuk menjaga kalau saja ada sasaran yang lolos dari sergapan Delta Force.

Chalk One dipimpin oleh Letnan Larry Perino, Chalk Two dipimpin oleh Letnan Tom Di Tomasso, Chalk Three dipimpin oleh Sersan Sean Watson, dan Chalk Four dipimpin oleh Sersan Matthew Eversmann. Di atas mereka terdapat Kapten Michael Steele sebagai komandan kompi yang membawahi seluruh Chalk.

Sedangkan Letkol McKnight sendiri bersiap di samping Hotel Olympic dengan konvoi 12 truk dan Humvee, menunggu sinyal dari Delta Force bila mereka sudah berhasil mengeluarkan orang-orang Jenderal Aideed.

Sementara itu jauh tinggi di angkasa, pesawat intai P-3 Orion melakukan monitoring terhadap pelaksanaan operasi tersebut dengan kamera yang ditransmisikan langsung ke markas Jenderal Garrison.

Namun rencana tinggal rencana. Karena pada kenyataannya insiden fatal sudah mewarnai operasi militer ini sejak jam pertama dilaksanakan.

Battle of Mogadishu, 'Black Hawk Down' di Dunia Nyata

Pada saat itu Prajurit Todd Blackburn baru saja hendak meraih tali penerjunan (fast rope) ketika helikopter UH-60 Black Hawk yang ditumpanginya mendadak oleng. Letnan Dan Jollotta, sang pilot membanting kemudi ke arah kiri untuk menghindari proyektil RPG-7 yang tiba-tiba saja memburu dari bawah. Blackburn terpeleset dan jatuh dari ketinggian 25 meter.

Pasukan Delta dan Night Stalker yang menumpang helikopter serang MH-6 Little Bird tidak mau kehilangan momentum penyerangan, dengan dukungan pasukan Ranger dari luar mereka menggedor bangunan yang dicurigai sebagai pusat kegiatan anak buah Aideed. Sekitar 24 orang Somalia yang sedang mengadakan rapat langsung mereka bekuk.

Letkol McKnight yang memimpin pasukan Ranger sudah bersiap dengan sebuah truk dan beberapa jip Humvee untuk membawa para tahanan itu. Tapi memasukkan orang-orang Somalia itu ke dalam kendaraan dan membawanya ternyata bukan soal yang mudah karena mendadak situasi berubah menjadi hiruk pikuk dengan hadirnya ratusan milisi bersenjata.

Tanpa disadari sebelumnya oleh Jenderal Garrison bahwa faksi Aideed ternyata mengawal rapat penting di Hawlwedig tersebut dengan mengerahkan ratusan penjaga bersenjata lengkap.

Yousef Dahir Mo'alim, komandan milisi andalan Aideed malah sudah membentuk peleton khusus bersenjatakan peluncur roket, RPG-7 untuk menghadapi kemungkinan adanya gangguan dari pihak asing.

Beberapa menit kemudian, di radio terdengar suara parau, "one of the bird is down!" Sebuah helikopter Blackhawk dengan kode Super 61 yang dipiloti oleh CWO (Chief Warrant Officer) Clifton Wolcott terkena tembakan RPG.

"Super Six One is going down!... Super Six One is going down!", teriaknya berulang-ulang.

"Super Six Two is going in", perintah Letkol Gary Harrell kepada Letnan Mike Goffena yang menerbangkan satu Black Hawk lainnya untuk mengisi posisi Wolcott.

Cliffton Wolcott dan co-pilot CWO Donovan terbunuh pada peristiwa ini, sedangkan dua awak lainnya, Sersan Ray Dowdy dan Sersan Charlie Warren terluka parah. Sersan Daniel Busch dan SGT Jim Smith selamat dan mempertahankan lokasi jatuhnya heli tersebut.

Prajurit Shawn Nelson, anggota Chalk Four adalah orang pertama yang melihat lokasi jatuhnya Super 61. Bersama prajurit Lance Twombly, pemegang senapan mesin M249 Minimi berinisiatif untuk bergerak secepatnya menuju crash site. Langkah Nelson diikuti komandan kompi Ranger, Kapten Michael Steele dan pasukan Chalk Two.

Di jalan-jalan sempit mereka berjuang menghadapi ribuan milisi Aideed yang terus menghadang di setiap sudut. Beberapa prajurit Ranger tersambar peluru sehingga memperlambat waktu karena harus menyeret teman yang terluka sembari melayani baku tembak dengan musuh.

Suatu ketika seorang Ranger, Prajurit Scott Galentine diberondong peluru milisi pada saat hendak menyeberang jalan. Proyektil menghantam popor dan jempol tangannya hingga senapan Colt Commando M16A2 yang dibawanya terjatuh.

Sesaat kemudian salvo RPG-7 dan dentuman Recoilles Gun 106 mm membuat para Ranger bubar ke segala penjuru. Tanpa menghiraukan seruan Sersan Matt Eversmann agar ia berlindung, Galentine berusaha mengambil senapannya yang terjatuh. Gerakannya langsung disambut semburan peluru para milisi yang memberondong dari berbagai arah. Tunggu kelanjutannya di "Battle of Mogadishu, 'Black Hawk Down' di Dunia Nyata Part II"

Anda membaca Battle of Mogadishu, 'Black Hawk Down' di Dunia Nyata Part I jangan lupa untuk membagikan dengan teman-teman anda.


0 comments:

Operasi Woyla, Pembebasan Pesawat Indonesia dari Pembajak

Updated by | Selasa, Maret 12, 2013
Berikut adalah kutipan tentang pembajakan pesawat Woyla, satu-satunya pembajakan pesawat yang terjadi di Indonesia, yang dikutip dari buku biografi Benny Moerdani.

Sabtu pagi 28 Maret 1981, pesawat Garuda Indonesia GA 206 tujuan Medan tinggal landas dari Bandara Talangbetutu, Palembang.Captain Pilot Herman Rante, menerbangkan DC 9 Woyla berisi 48 penumpang. Tiba-tiba, Copilot Hedhy Juwantoro mendengar suara ribut di arah belakang. Baru saja akan berpaling, seorang menyerbu kokpit sambil berteriak, "Jangan bergerak, pesawat kami bajak…"

Pembajak meminta pesawat terbang ke Kolombo, Sri Lanka. Permintaan tersebut tidak mungkin dipenuhi, sebab bahan bakar terbatas. Pembajak lantas mengatakan "Pokoknya terbang sejauh-jauhnya dari Indonesia" teriak Mahrizal, seorang pembajak.

Operasi Woyla, Pembebasan Pesawat Indonesia dari Pembajak

Operasi Woyla, Pembebasan Pesawat Indonesia dari Pembajak

Berita pertama pembajakan tersebar pukul 10.18, saat Captain Pilot A. Sapari dengan pesawat F28 Garuda yang baru tinggal landas dari Bandara Simpang Tiga, Pekan Baru mendengar panggilan radio dari GA 206 yang berbunyi "..being hijacked, being hijacked". Berita tersebut langsung diteruskan ke Jakarta, berita yang mengejutkan petugas keamanan karena pada saat bersamaan juga diadakan latihan gabungan yang melibatkan semua unsur pasukan tempur di Timor-Timur hingga Halmahera. Berita tersebut diterima Wakil Panglima ABRI Laks. Sudomo yang masih berada di Jakarta. Sudomo langsung meneruskan berita tersebut kepada Kepala Pusat Intelijen Strategis Benny Moerdani yang langsung menghubungi Asrama Kopasandha (Sekarang Kopassus) yang diterima oleh Asisten Operasi Kopasandha LetKol Sintong Panjaitan. Benny memberitahu tentang dibajaknya pesawat Garuda, berapa jumlah pembajak, apa motivasinya, kemana tujuan dan apa tuntutannya masih belum diketahui ".. yang pasti, saya langsung diperintahkan menyiapkan pasukan", kenang Sintong, yang pada saat itu kakinya digips sehingga tidak berangkat latihan gabungan.

Dari Thailand dikabarkan bahwa pesawat mendarat di bandara Don Muang, Thailand. Di Jakarta Sabtu malam pukul 19.25, Kepala Bakin (sekarang BIN) Jenderal Yoga Sugomo berangkat ke Bangkok.

Menurut berita yang dia peroleh, para pembajak lima lelaki berbicara bahasa Indonesia. bersenjatakan pistol, granat dan kemungkinan dinamit. Para pembajak menuntut Indonesia membebaskan tahanan Peristiwa Cicendo, komplotan Warman serta Komando Jihad. Para tahanan diminta diterbangkan disuatu tempat diluar Indonesia dan meminta uang sebesar 1.5 juta dollar AS. Jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, mereka mengancam akan meledakkan Woyla beserta penumpangnya.

Operasi Woyla, Pembebasan Pesawat Indonesia dari Pembajak

Sabtu malam pukul sepuluh lebih, Kol Teddy Rusdi, Benny Moerdani dan Sudomo diterima Pak Harto di Cendana. Hasil akhir pembicaraan menyimpulkan bahwa opsi militer akan dilakukan untuk membebaskan pesawat tersebut.

Minggu pagi telepon di meja Benny berdering. Dubes Amerika Serikat Edward Masters mengkhawatirkan akan keselamatan warganya yang berada di GA 206 apabila opsi militer dilakukan. "I am sorry sir, but this is entirely an Indonesian problem. It is an Indonesian aircraft" jawab Benny. Ditegaskan Indonesia berhak mengambil segala langkah dalam meringkus pembajak dan tidak perlu izin dari negara lain. We don’t guarantee anything.."

Minggu malam pukul 21.00, setelah mendapat clearance dari pemerintah Thailand bahwa pasukan anti teror boleh mendarat, Indonesia diizinkan mengirim pesawat terbang untuk menjemput sandera. Benny memutuskan menggunakan Garuda DC-10 Sumatera, pesawat ini lebih cepat dan lebih lama terbang dari DC 9. "..karena antisipasi pesawat yang dibajak kemungkinan akan dipakai terbang sampai ke Libya" kenang Subagyo HS yang saat itu berpangkat mayor di Grup IV Kopasandha.

Latihan 2 hari di hanggar garuda dengan pesawat DC 9, telah memantapkan tekad pasukan khusus anti teror untuk secepatnya meringkus pembajak. Sudah dua tahun pasukan khusus anti teror terbentuk, mereka terus berlatih tapi belum pernah punya kesempatan muncul. Baru kali ini, mereka akan melakukan operasi dan yang lebih membanggakan, bertempur diwilayah negara asing. Pasukan belum berangkat menunggu perintah Benny, penanggung jawab operasi.

Begitu Benny datang bukan perintah berangkat yang didengar, tetapi "Bagaimana latihan kalian?". "Siap pak" jawab Sintong mantap.Dalam kesempatan itu, Benny juga membagikan kotak amunisi.

Sintong lansung ingat sewaktu Operasi Dwikora. Perlengkapan baru sering malah bisa menyulitkan. Sering terjadi peluru tidak meledak, akibat belum dibiasakan penggunaannya. Trauma tersebut masih membekas, karena itu dia merasa yakin, sebuah peralatan yang belum pernah dicoba serta dibiasakankan penggunaannya, bisa membahayakan.

Dengan mengumpulkan segala keberanian, Sintong kemudian berkata, "Jangan Pak, jangan bagikan peluru tersebut. Kami belum terbiasa."

"Lho, ini peluru bagus, yang terbaru. Gunakan saja.." Tegas Benny

"..Kami harus mencobanya dulu." Sintong menolak.

Terlihat nada kesal dalam jawaban Benny, "..ya sudah, cobalah"

Pasukan segera mencari tempat untuk uji coba. Peluru dibagikan dan ditembakkan.Yang terdengar justru bunyi, "Pakh, pakh, pakh..pakh". Ternyata tidak satupun peluru meletus.

Benny terkejut menyaksikan kejadian itu. Meski bukan kesalahannya, tetapi perasaannya lebih galau, melebihi semuanya. Dalam hati, Sintong bergumam, "Untung belum berangkat.."

Benny langsung menyuruh anak buahnya ke Tebet untuk mengambil amunisi baru. Pasukan khusus anti teror memang sengaja dibekali dengan jenis peluru yang mematikan tapi tidak akan menembus dinding pesawat. Sehingga, kalau berlangsung pertempuran dalam kabin, dinding pesawat tidak bakal rusak. mengingat sifatnya, jenis peluru termaksud hanya bisa tahan enam bulan sudah harus diganti baru.

Masalah tersebut agaknya terlalaikan petugas perlengkapan. Sesudah kiriman peluru pengganti tiba dan diuji coba, Benny memberi isyarat untuk berangkat. Sintong melirik jamnya, penerbangan mereka sudah tertunda lebih dari satu jam.

Pesawat DC 10 tiba di Don Muang pukul 00.30, dengan berkamuflase menjadi pesawat Garuda yang baru terbang dari Eropa. Pesawat diparkir dilokasi yang agak jauh dari Woyla. Kendaraan pasukan angkatan udara Thailand tiba, dan seorang perwira penghubung membawa benny menemui Menlu Thailand Siddi Savitsila. Perundingan yang deadlock menyebabkan clearance untuk menyerbu pesawat tidak bisa diberikan, maka Menlu Thailand mempertemukan Benny dengan PM Thailand Prem Tinsulanonda esok paginya.

Senin pagi pukul 06.00, Benny bersama Yoga Sugomo, Dubes Indonesia untuk Thailand Habib dan Dirjen Perhubungan Udara Sugiri bertemu PM Thailand dikediaman resminya. Dalam pertemuan tersebut, pada awalnya pemerintah Thailand tidak bersedia memberi izin operasi militer, sementara pemerintah Indonesia tetap meminta izin Thailand, untuk menyelesaikan sendiri pembajakan tersebut. Akhir perundingan, PM Prem menyatakan akan memberi keputusan pada pukul 11 hari itu juga. "Saya selalu menganggap nasi goreng Bangkok terenak di dunia. Maka Benny ditemani Kolonel Rosadi, atase pertahanan makan pagi, sementara lainnya pulang ke hotel. Ditempat itu Benny bertemu dengan Chief Station CIA untuk Thailand. Dalam pembicaraan yang berkembang, Benny kemudian meminjam flak jacket, karena lupa membawa dari jakarta. Tapi ternyata didalam pesawat DC-10 sudah tersedia, maka flak jacket itu tidak jadi dipakai. Meski nantinya memunculkan wacana, seolah-olah AS memberi bantuan peralatan tempur kepada pasukan Indonesia.

Selepas tengah hari clearance untuk menyerbu sudah diberikan oleh PM Prem, Benny menetapkan, serbuan akan dilakukan sebelum fajar. Tak lupa pula dia meminta petugas Garuda di Don Muang menyiapkan 17 peti mati.

Sementara itu suasana tegang semakin ganas dengan menetapkan deadline atas tuntutan mereka, Yoga dengan sabar melayani segala macam tuntutan tersebut sambil mengulur waktu. Ketegangan yang sama juga terasa di kabin DC 10, menunggu adalah pekerjaan yang paling menjengkelkan. Tanpa ada pemecahan maka anak buahnya akan tegang tanpa guna, maka Sintong memerintahkan anak buahnya untuk tidur. "Hampir semuanya langsung tertidur, merasa lepas dari beban. Mereka saling mendengkur, adu keras.."

Senin malam 30 Maret 1981, pasukan anti teror satu demi satu turun dari pesawat DC 10. Sekali lagi mereka melakukan latihan ulangan menggunakan DC 9 Digul. Pada kesempatan tersebut, Sintong mengajak pilot Garuda untuk ikut menonton. Sebelum Sintong turun dari pesawat, Sintong sudah memutuskan untuk membuang tongkat penyangga kakinya. ".. masa, Perwira Komando, memimpin operasi dengan tongkat." Latihan ulangan berlangsung dengan baik, semua anggota tahu apa yang harus dilakukan, Sintong memperkirakan dalam lima menit pasukannya sudah dapat menguasai pesawat.

Begitu latihan selesai, seorang pilot Garuda mendekati Sintong, "Pak.. maaf Pak". " Ya ada apa?" tanya Sintong ingin tahu.

"Tadi waktu bapak latihan, memang semuanya bisa demikian. kalau pintu samping dibuka dari luar, dengan mudah anak buah bapak bisa menyerbu masuk. Tetapi kalau pintu darurat yang dibuka, yang langsung keluar karet peluncur untuk pendaratan darurat.."

"Yailah.." teriak Sintong. "Terimakasih, terimakasih" Bisa dia bayangkan, tanpa ada pemberitahuan tersebut, dalam penyerbuan masuk ke kabin, anak buahnya pasti berhamburan terlempar ke bawah dari pintu darurat, dihantam tangga peluncur emergency.

Sekali lagi latihan diulang. Faktor munculnya tangga penyelamat dari pintu darurat, diperhitungkan,. Dengan masukan tambahan tersebut, Sintong justru menemukan langkah penangkal. Begitu pintu darurat dibuka dari luar, seorang anggota wajib menahan munculnya tangga pendaratan darurat. Pada saat bersamaan, anggota lain sudah harus menyerbu masuk kabin.

Benny memutuskan serangan dilakukan pada pukul 03.00. Jarum jam menunjukkan pukul 02.00, pasukan sudah siap dengan perlengkapan tempur, pakaian loreng dan baret merah. Briefing terakhir sudah selesai. "Tunggu apa lagi? Saya segera perintahkan, berangkat…" kenang Sintong.

Mereka dijemput mobil. Untuk menjaga kerahasiaan, seluruh pasukan diminta berbaring dilantai kendaraan. "Saya duduk di atas anak-anak, injek-injekan" kata Benny. Sintong sangat terkejut, ketika pasukan sudah meninggalkan mobil dan berjalan menuju Woyla, tiba-tiba saja Benny menyusup masuk ke dalam barisan. Ini diluar skenario.

Tubuh Benny terlihat jelas, ditengah deretan pasukan berseragam. Dia memakai jaket hitam, tangan kanannya memegang sepucuk pistol mitraliur. Perwira tinggi tersebut nampak menonjol karena satu-satunya yang tidak berseragam dan tidak juga memakai baret merah. Sambil berbisik, Sintong memerintahkan anak buahnya yang jalan paling dekat. "So, Roso, keluarkan dia. Jangan biarkan Pak Benny ikut..". "Pak, saya nggak berani", jawab Letnan Suroso, juga dengan berbisik.

Sementara itu dalam pikiran Benny, "Tempat terbaik bagi saya, harus bersama mereka.."

Tentu saja dia mengabaikan kenyataan, bahwa dirinya seorang jenderal dengan tiga bintang. Benny juga bukan komandan lapangan, yang memang harus selalu ikut menanggung resiko menghadang maut digaris depan. Dia juga tidak mempedulikan, kemungkinan peluru nyasar, justru akan bisa menyeret akibat fatal.

Tetapi Benny tetap dalam doktrin pribadinya. Seorang pemimpin harus bersama anak buah. Sesuatu yang memang sudah dia buktikan selama terjun dalam berbagai palagan. "Saya beranggapan, nilai politik psikologinya besar sekali. Kalau pun saya ikut mati tertembak, tetap bisa membuktikan, pemerintah Indonesia tidak pernah menyerah dalam menghadapi tuntutan pembajak."

Tepat pukul 02.45, serbuan dimulai. Menurut kesaksian penumpang, dalam kegelapan malam, semua pintu kabin pesawat segera terdengar didobrak dari luar. Sekejap kemudian bunyi tembakan riuh membangunkan seluruh isi pesawat.

Hendrik Seisen, seorang penumpang berkewarganegaraan Belanda melukiskan, "I woke up when I heard a lot of noise and what certainly looked like shooting (sic!). It seemed like in the time of two seconds the whole plane filled up with commandos.." Seisen menambahkan, "When the shooting started we ducked below the seats. I didn’t want to look. I Was terrified" Dengan cepat semua sandera dibebaskan. Pesawat Woyla sepenuhnya dikuasai Kopasandha. Mimpi buruk yang dialami semua awak pesawat dan penumpang sejak sabtu pagi, berakhir selasa dini hari.

Begitu Woyla sudah berhasil dikuasai, Benny menyambar mike. "This is two zero six, could I speak to Yoga please?"

"Yes, Yoga here"

"Pak Yoga, Benny ini.." teriak Benny.

"Diancuk. Neng endi kowe..?" tanya Yoga sambil mengumpat.

"Dalam pesawat Pak"

"Jangan main-main kamu.."

"Saya memang dipesawat. Sudah selesai semua, beres.."

Kecuali anggota pasukan yang dia pimpin, Benny memang tidak menceritakan rincian rencana penyerangan pembajak yang dia rancang. Juga tidak kepada Yoga.

Dalam skenario awal, pasukan anti teror akan mendobrak pintu depan kiri. Disusul pendobrakan bersama, pintu darurat dan belakang. Setelah tahap ini selesai, seluruh pasukan serentak menyerbu ke kabin. Skenario tersebut tidak sepenuhnya terlaksana runtut.

Pembantu Letnan Achmad Kirang dari arah pintu belakang sudah terlanjur masuk sebelum pintu depan didobrak. Pembajak yang berjaga di bagian belakang sempat terjaga dan langsung menembak. Akibatnya, Kirang tidak sempat menunduk ketika sebuah peluru menembus tubuhnya. Tepat kena perut, bagian yang tidak tertutup flak jacket.

Dalam pertempuran singkat di dalam pesawat tidak semua pembajak langsung tertembak mati. Sementara itu Achmad Kirang dan Captain Herman Rante justru luka parah kena peluru. Tiga pembajak tewas seketika ditangan pasukan penyerbu. Dua pembajak lain menderita luka parah. Tetapi yang paling melegakan seluruh penumpang tidak ada satu pun mengalami cedera berarti.

Selasa pagi pukul 05.00 pesawat DC 10 Sumatera meninggalkan Don Muang, membawa pulang pasukan khusus anti teror. Dua pembajak yang luka parah tidak sempat diselamatkan nyawanya oleh tim kesehatan Kopasandha. Sehingga kelima mayat pembajak, Machrizal, Zulfikar, Wendy M Zein, Abu Sofyan dan Imronsayah, langsung diterbangkan ke Jakarta pagi itu pula. Sementara Achmad Kirang meninggal tanggal 1 April dalam perawatan di RS Bhumibhol, Bangkok, begitu pula Captain Herman Rante, meninggal di Bangkok, enam hari setelah operasi penyergapan berlangsung.

Dari udara, pemandangan kota Jakarta siang itu terasa elok. Sejak pagi masyarakat sudah dibangunkan dengan berita radio sekitar keberhasilan pasukan khusus anti teror menyergap pembajak Woyla. Semua bangga, drama mencekam selama tiga hari akibat pembajakan telah berakhir, Pemerintah Indonesia terbukti tidak mau menyerah kepada pembajak. Kabar tersebut menjadikan warga Jakarta berbondong-bondong ke Bandara Halim Perdanakusuma.

Pukul 08.00 lebih beberapa menit, roda-roda pesawat DC 10 Sumatera menyentuh landasan Halim Perdanakusuma. Benny dengan wajah serius tanpa senyum, menyelinap keluar dari pintu di ekor pesawat, tanpa memperhatikan sambutan ratusan penjemput. Baju safari warna gelap yang dia pakai, sangat kontras dengan seragam loreng berbaret merah pasukan khusus antiteror yang keluar dari pintu depan.

"It isn’t that Indonesians don’t deserve the same credit and honor that Israel and the West German commandos earned for similiar gallantry at Entebbe and Mogadishu. It is a pity because there is abroader point to be made". Tajuk rencana koran The Asian Wall Street Journal tersebut segera menambahkan, negara-negara dunia ketiga selalu dianggap tidak pernah memiliki disiplin dan tidak bisa bekerja dengan efisien. Demikian juga umumnya komentar terhadap penampilan tentara Indonesia. "Well it took a high order of soldiering to rescue a planeload of hostages without taking one innocent life". Lebih lanjut koran tersebut menunjukkan, "From hijack to the last gun shot, the entire operation lasted about 60 hours. It required a high degree of organisation and planning. It also required courage, efficiency and discipline".

Seorang anggota pasukan anti teror, TJP Purba ketika diwawancara koran The Bangkok Post mengatakan, "Our principle is simple, silent, decisive and aggressive"

Sebagai tambahan informasi, pasukan Kopasandha yang melakukan penyerbuan pesawat Woyla menjadi embrio terbentuknya unit anti teror di Kopassus saat ini, yaitu Sat 81 Gultor

Sumber: Pour, Julius. Benny: Tragedi seorang loyalis. Kata Hasta Pustaka. Jakarta. 2007.
andraji.blogspot.com

Anda membaca Operasi Woyla, Pembebasan Pesawat Indonesia dari Pembajak jangan lupa untuk membagikan dengan teman-teman anda.


1 comments:

Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU Part II

Updated by | Senin, Maret 11, 2013
Mari kita lanjutkan pembahasan kemarin tentang Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU. Perang seru diatas pulau Bawean antara dua F-16 TNI Angkatan Udara Republik Indonesia melawan beberapa Pesawat F-18 Hornet milik Amerika Serikat.

Dari komunikasi singkat itu akhirnya diketahui bahwa mereka mengklaim sedang terbang di wilayah perairan internasional. "Hornet...Hornet. We are Indonesia Air Force..." Ucap salah seorang pilot kita. Dibalas dengan. "We are F-18 Hornets from US Navy Fleet, our position on International Water, stay away from our warship".

Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU

Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU Part II

"PADA layar (monitor) lampu menyala dan (diiringi) bunyi tit… tit… tit… tit… tit…, mereka sudah mengunci rudal ke pesawat kami," papar Kapten Penerbang Fajar Adriyanto, bersama Kapten Penerbang Ian Fuady yang mengawaki F-16 berekor nomor TS-1603 dengan call- sign Falcon 1. Itu tandanya bahwa peluru kendali Sidewinder yang dibawa Hornet sudah siap ditembakkan ke arah Falcon 1.

"Jika bunyi tit-nya panjang seperti tiiiiiiit…. tiiiiiit…., berarti rudal sudah ditembakkan," ujar Kapten Fajar menambah keterangannya di hadapan KSAU Marsekal Chappy Hakim serta stafnya dan para wartawan.

Marsekal Chappy Hakim datang ke Madiun utk memberi apresiasi kepada mreka yang terlibat dalam tugas intersepsi pesawat Hornet di sekitar Bawean.

Dari hasil rekaman ulang perang elektronika kokpit Falcon 2 F-16 berekor nomor TS-1602 yang diawaki Kapten Pnb Tonny H dan Kapten Pnb Satriyo Utomo, jelas terlihat pesawat Falcon 1 yang sempat juga melakukan gerakan hard break belok dengan kemiringan hampir 90 derajat, secara ketat terus ditempel oleh Hornet 1. Sementara, Hornet kedua menguntit rekannya.

Posisi Falcon 2 juga menguntungkan terhadap Hornet 2 sehingga bila suasana bermusuhan menjadi kenyataan, pasangan Kapten Tonny-Kapten Satriyo dapat membantu Falcon 1.

Saat menghindar dari rudal Sidewinder yang bakal ditembakkan setiap detik kepada mereka dengan membelokkan tajam F-16 mereka, mata Kapten Fajar masih sempat melihat kapal perusak US Navy dan langsung melaporkan penglihatannya itu  (that's hard....).

"Kami memang sempat close fight dengan mereka, tetapi kita tidak melaksanakan ofensif. Kami mempunyai tugas dari panglima untuk melaksanakan intersepsi guna mencari data pesawat apa jenisnya, kemudian dari negara mana, apa tujuan mereka melaksanakan latihan," ujar Letkol Tatang Herliansyah.

Menurut para penerbang F-16, kontak visual mereka dengan Hornet terjadi pada ketinggian 15.000 kaki setelah terbang sekitar 10 menit.

Pada jarak di bawah 40 mil laut, radar F-16 mereka sudah menangkap target F-18 sehingga kedua pesawat TNI AU langsung menuju ke sasaran terdekat dibantu oleh Surabaya Director.

Mereka mendapat informasi ada dua sasaran, jadi pesawat F-18 yang mereka tuju ada lebih dari dua pesawat. Begitu berhadapan, Hornet langsung melancarkan aksi jamming dengan sikap bermusuhan yang dtunjukkan dengan mengunci rudal Sidewinder ke pesawat F-16.

Menurut Letkol Tatang, perang jamming berlangsung sekitar tiga menit karena kedua penerbang F-18 tahu kalau F-16 memancarkan gelombang elektromagnetik dari radar F-16, pesawat Hornet juga menangkapnya.

Demikian pula sebaliknya, pada saat pesawat AS memancarkan gelombang yang sama terhadap Fighting Falcon TNI AU, gelombang pesawat AS juga ditangkap radar warning receiver F-16.

"Begitu menangkap jamming mereka, kita pakai anti-jamming yang juga memancarkan beberapa bands (gelombang) dari frekuensi radar F-16 Dengan memakai auto, walaupun mereka berganti-ganti bands, kita bisa mengikuti terus (mereka)," ungkapnya mengenai perang seru ECM F-16 Fighting Falcon versus F-18 Hornet di atas Bawean

Selama perang ECM, radar warning receiver F-16 tetap mendapatkan sinyal bahwa ada yang mengunci kedua pesawat TNI AU.

Ini berarti kemungkinan ada lebih dari satu Hornet lain pada posisi lain yang terus-menerus mengikuti "perang seru" tiga menit antarkeempat pesawat F-16 dan F-18

Untuk melepaskan diri dari penguncian tersebut, jet tempur F-16 buatan General Dynamics melakukan manuver hard break yang disebut tadi dalam kecepatan tinggi.

Manuver ini juga dikenal dengan sebutan defensive manouver, di mana penerbangnya akan terkena gravitasi minimal 6g sampai 9g. Perang tiga menit, seperti dituturkan oleh Kapten Ian Fuady, berhenti setelah F-16 yang diawaki Kapten Tonny-Kapten Satriyo melakukan gerakan rocking the wing.

"Hornet, Hornet, we are Indonesian Air Force…," terdengar suara Iain dalam rekaman radar ulangan.

"Indonesian Air Force… we are in international waters, please stay away from our ships…," jawaban dari salah satu pilot F/A 18 Hornet.

Penerbang F-16 mnjawab bahwa kedua Fighting Falcon sedang mlakukan patroli dan akan menjauh dari iringan konvoi kapal perang Angkatan Laut AS.

Usai kontak Hornet AS itu terbang menjauh sedang kedua F-16 TNI-AU return to base, kembali ke pangkalannya Lanud Iswahjudi Madiun.

Selain berhasil bertemu dengan Hornet, kedua F-16 TNI-AU juga melihat sebuah kapal perang Fregat yang sedang berlayar ke arah timur.

Setelah kedua F-16 mendarat selamat di pangkalan TNI-AU menerima laporan dari MCC Rai (ATC Bali) bahwa flight Hornet merupakan bagian dari armada US Navy.

Namun yang paling penting dan mrupakan tolak ukur suksesnya tugas F-16, Hornet AL AS itu baru saja mengontak MCC RAI dan melaporkan kegiatanya.

Di markas Makassar-nya, Marsekal Muda Teddy Sumarno terus mengikuti jalan operasi identifikasi kedua F-16 yang diperintahkan menuju lokasi Bawean.

"Kami memperkirakan, konvoi kapal-kapal AS dengan kecepatan 20 knot akan sampai di sekitar Pulau Madura dan Kangean 12 jam kemudian. Tepat seperti dugaan Jumat 4 Juli pagi kemarin, kami kirim pesawat intai Boeing 737 Surveiller ke daerah itu dan benar pada pukul tujuh pagi pesawat pengintai menjumpai iringan kapal induk, sebuah kapal perusak dan dua kapal fregat menuju Selat Lombok," ungkapnya.

Menurut Marsma Teddy Sumarno, ketika Boeing 737 menanyakan dari mana dan ke mana tujuan mereka, hanya mendapat jawaban "We are in international waters…." Dalam pengintai ini, Boeing 737 TNI AU sempat memotret kapal induk USS Carl Vinson, kedua fregat, dan kapal perusak AS yang dikawal pesawat-pesawat Hornet tersebut.

Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU Part II
USS Carl Vinson Milik Amerika

Selama operasi pengintaian itu pesawat surveillance B737 terus dibayangi dua F/A 18 Hornet AL AS.

Bahan-bahan yang didapat dari misi itu kemudian dipakai oleh pemerintah untuk melancarkan "keberatan" secara diplomatik terhadap pemerintah AS.

Ada dugaan, kapal-kapal itu datang dari utara lalu belok masuk ke ALKI 1 kemudian selama beberapa jam di barat laut Pulau Bawean melakukan latihan. Analisis lain, konvoi datang dari Selat Malaka atau Selat Sunda. Sumber: @TweetMiliter

Anda membaca Insiden Bawean - Perang Udara Amerika Serikat vs. TNI AU Part II jangan lupa untuk membagikan dengan teman-teman anda.


3 comments: